Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Horor Pilihan

Kuburan Keramat

8 Agustus 2024   12:58 Diperbarui: 10 Agustus 2024   07:19 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seperti pesan Mbah Mo seseorang yang dianggap sebagai orang pinter,  Karyadi harus mencari sesobek kain mori pembungkus nisan, segenggam tanah kuburan yang penghuninya meninggal pada Kamis Paing, dan bekas kembang borek.

Karyadi pun harus keliling dari kuburan ke kuburan dengan membawa kembang telon pura-pura nyekar atau ziarah kubur.

Menemukan kain mori pembungkus batu nisan bukan hal yang sulit. Di pelosok desa yang kolot mudah ditemukan.

Mendapatkan bunga borek atau bunga untuk nyekar dan memandikan orang mati juga tidak susah.

Mencari segenggam tanah kuburan yang penghuninya meninggal Kamis Paing itu yang cukup susah.

Batu nisan di pekuburan banyak yang telah hilang atau kabur tulisannya karena dimakan waktu.

Kalau toh ditemukan hanya ada tulisan tanggal dan tahunnya saja. 

0 0 0

Tiga selapan sudah, Karyadi keliling dari kuburan ke kuburan di pelosok desa tidak juga menemukan kuburan yang penghuninya meninggal dunia pada Kamis Paing.

Batas waktu yang diminta Mbah Mo tinggal sepasar lagi. Jika tidak mendapatkannya maka mantra dari Mbah Mo untuk memenangkan pemilihan lurah bakal gagal.

Terbayang-bayang sudah lebih dari tiga puluh juta yang telah dikeluarkan untuk mendapat simpati warga desanya untuk memilih dia menjadi lurah.

Saingannya hanya satu tapi tangguh dan tampaknya disenangi masyarakat desanya. Ia adalah Sukesi Probowati seorang peternak ayam petelur. Dan ia mantan istrinya yang diceraikan atas permintaan istri mudanya.

0 0 0

Batas waktu yang semakin mepet, Karyadi pun minta bantuan seorang juru kunci kuburan lawas di selatan Gunung Kidul.

"Kalau orang yang mati pada Kamis Paing di kuburan ini hanya satu. Di sana itu...," kata si juru kunci sambil menunjuk ke arah utara batas kuburan dengan sebuah rumpun bambu.

"Mas, namanya siapa?" tanya si juru kunci saat berjalan menuju sebuah makam yang dicari.

"Saya Wasis, Mbah....," jawab Karyadi berbohong untuk menutupi jati dirinya.

Sesampainya di kuburan tersebut detak jantung Karyadi semakin cepat. 

Syarat terakhir yang diminta Mbah Mo sudah ditemukan.

Di batu nisan tertulis Wafat: Kamis Paing, 1985. 

Sudah 40 tahun yang lalu.

"Masih muda ya Mbah?" tanya Karyadi.

"Iya...mati ngenes ditinggal istri mudanya setelah usahanya jadi blantik bangkrut. Banyak hutang."

"Mbah tau namanya?" 

"Coba baca tulisannya," kata  Simbah juru kunci kuburan tersebut sambil mengusap kayu nisan yang rapuh.

Tetiba degup jantung Karyadi semakin kencang saat membaca nama di kayu nisan. Di situ tertulis: Karyadi.

Sekelebat seekor kedasih terbang rendah dan hinggap lalu bersiul parau tapi nyaring di dahan pohon bendo di dekat kuburan itu. 

Karyadi semakin kaget dan jatuh tertelungkup.

0 0 0

Kamis Paing malam Jumat Pon masyarakat Desa Jurang Jeruh berduka. Salah satu calon lurahnya meninggal dunia setelah kalah dalam pilkades. 

0 0 0

Catatan.

1. Kain mori: kain putih yang biasa digunakan sebagai kafan.

2. Kembang borek: bunga yang digunakan untuk wewangian memandikan jenazah.

3. Selapan: tiga puluh lima hari atau tujuh kali sepasar. 

4. Blantik: makelar pedagang ternak khususnya sapi.

5. Sepasar: lima hari dalam penanggalan Jawa.

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun