Pada pertengahan tahun 90an pemerintah melalui Depdikbud (sekarang Kemendikbudristek) mewajibkan para guru SD lulusan SPG untuk melanjutkan jenjang pendidikan D2. Tujuannya untuk meningkatkan taraf dan kualitas pendidikan para guru sesuai perkembangan jaman. Singkatnya begitu.
Jika tidak melanjutkan pendidikannya maka kenaikan pangkat dan golongan akan tertunda.
Hal ini terbaca oleh perguruan tinggi swasta untuk menerima para guru menjadi mahasiswa dadakan.
Kuliah tidak harus setiap hari. Cukup seminggu sekali.Â
Dosennya pun saat memberi kuliah lebih banyak ceramah. Memang ada yang cukup serius dan memberi tugas membuat karya tulis. Hal ini tentu saja membuat kelimpungan para guru yang tingkat literasinya rendah.Â
Tapi ini bukan masalah besar. Ada dewa penolong yang siap membantu. Entah dosen dan mahasiswa lain, atau sesama guru yang mempunyai ketrampilan menulis.Â
Ongkosnya tergantung kesepakatan.
Apakah tidak ketahuan dari gaya bahasa penulis? Jawabnya singkat dan jelas: apakah dosennya memeriksa dan membaca karya tulis tersebut?
Asal pada saat ulangan mau hadir sekalipun hasil ulangan atau tes tidak pernah diketahui dan membayar lunas uang kuliah: pasti lolos. Saya tidak mengatakan lulus.
Pertengahan tahun 2000an ada juga peraturan sejenis. Guru lulusan D2, D3, atau sarjana muda harus melanjutkan ke jenjang Strata 1.
Para guru dibuat bingung lagi. Kuliah lagi dengan cara yang sama seperti di atas. Bahkan ada perguruan tinggi yang jemput bola dengan mengirim dosennya untuk membuka kelas filial di daerah. Tentu saja ini mengurangi beaya transportasi para guru daripada harus ke kota.Â
Sejarah selalu terulang tanpa disadari.
Para guru yang telah mengantongi ijazah S1 tetapi tidak sesuai dengan jenjang pendidikannya maka harus kuliah lagi.
Misalnya, guru SD tetapi berijazah sarjana Bahasa Indonesia, Olahraga, Sejarah, atau Ekonomi. Mereka harus berijazah S1 PGSD.
Jika tidak maka tidak bisa mendapat sertifikasi.
Para guru TK dan SD kembali kelimpungan harus kuliah lagi.
Maka harus mencari dewa penolong untuk mengerjakan karya tulis dan menyusun skripsi.
0 0 0
SPG ditutup tahun 1986. Artinya guru TK dan SD berijazah SPG dan guru SMP lulusan PGSLTP sudah banyak yang pensiun.
Tentu saja jumlah perguruan tinggi, dosen, mahasiswa, dan ghostwriter nakal semakin berkurang.
0 0 0
Kini, skripsi tidak lagi menjadi syarat utama kelulusan mahasiswa perguruan tinggi. Apakah ini akan mengurangi pendapatan ghostwriter nakal membantu mahasiswa membuat skripsi?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H