Hujan yang menghujam amat deras Yogyakarta termasuk wilayah puncak Gunung Merapi pada Kamis 2 Februari 2023 mulai siang hingga tangah malam membuat meningkatnya volume air Kali Opak dan anak-anak sungainya.
Peningkatan volume debit air akibat hujan ini menyebabkan erosi di banyak titik yang terlihat dari potongan pohon dan bambu yang terbawa hingga ke daerah muara di sekitar Pantai Samas.Â
Selain itu air sungai yang berwarna coklat pekat karena kandungan lumpur yang terbawa arus menyebabkan air laut bagian pinggir sepanjang sekitar 1 km sejauh kurang lebih 50m dari bibir pantai juga berwarna coklat.Â
Pada malam hari juga terjadi pasang naik dengan gelombang setinggi 2-3 m sehingga air laut masuk ke wilayah pertanian yang sedang ditanami padi di sekitar Laguna Pengklik, Samas.
Gelombang yang tinggi ini juga membawa sampah-sampah yang terbawa arus sungai ke muara kembali ke pinggir pantai sepanjang sekitar 1 km.
Tak ayal bibir Pantai Samas tampak sangat kotor.
Hal yang sangat miris dari sampah-sampah yang menggunung di bibir pantai adalah plastik-plastik dari bungkus makanan dan botol-botol minuman siap saji serta sedotan plastik, pembalut wanita dan popok bayi.
Saya menyempatkan menghitung jumlah sedotan plastik dari tumpukan gunung sampah dengan jumlah terbanyak 108 buah per meter persegi. Jumlah terendah ada 22 buah sedotan per meter persegi. Berarti rerata jumlah sedotan 65 buah per meter persegi. Bisa dibayangkan betapa besarnya jumlah sedotan sepanjang 1 km!
Sampah-sampah plastik yang bertebaran ini dipunguti oleh beberapa warga setempat yang memulung untuk dijual seharga 3 ribu rupiah per kg.
Jika beruntung dalam sehari bisa mendapat 2 karung plastik atau sekitar 8-10 kg sampah plastik dengan harga 24-30 rupiah.
Apresiasi terhadap pemulung yang secara tidak langsung ikut serta menyelamatkan laut dan makhluk hidup di dalamnya dari bahaya sampah plastik.Â
Masih menjadi tantangan bagaimana dengan sampah plastik yang tidak bisa digunakan lagi, seperti pembalut wanita, popok bayi, sandal, pakaian, serta sedotan yang tidak laku dijual dan masih bertebaran sepanjang bibir pantai.
Sampah-sampah yang berasal dari batang-batang pohon, dedaunan, dan buah kelapa juga menumpuk dan menggunung. Ada yang mulai membusuk namun banyak juga yang mengering.Â
Batang kayu dan bambu yang berukuran besar dikumpulkan oleh sebagian masyarakat untuk digunakan sebagai kayu bakar. Kayu-kayu ini dikumpulkan di beberapa tempat seperti tumpukan bakal api unggun.
Seorang warga mengatakan bahwa pemakaian kayu bakar juga berfungsi untuk mengusir nyamuk yang berasal dari hutan mangrove dan rawa-rawa di sebelah timur Pantai Samas.
Melihat kondisi yang demikian memprihatinkan bisa disimpulkan erosi akibat rusaknya hutan masih terjadi. Baik karena bencana alam, seperti gunung meletus atau pun akibat semakin merangseknya lahan permukiman.Â
Kesadaran masyarakat untuk menjaga lingkungan hidup agar tidak membuang sampah di sungai masih sangat rendah.Â
Di sinilah upaya terus menerus harus dilakukan semua pihak untuk bersama-sama menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan hidup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H