Sesampainya di rumah, ternyata Asih putrinya sudah tidur lagi. Wulan pun ke dapur dan mengangkat dandang nasi. Betapa kagetnya, ketika dandang diangkat terasa begitu enteng. Ketika dibuka, sebulir padi yang ditanaknya tetap berupa padi dan belum menjadi nasi.
"Maaf tadi kubuka karena aku lapar ..." kata Tarub yang tampak bengong.
Wulan meneteskan airmata, tak disangka Tarub ingkar janji pada permintaannya sehingga Wulan kehilangan kesaktiannya. Â
Sejak saat itu Wulan harus mengambil padi di lumbung dan menumbuknya menjadi beras untuk ditanak menjadi nasi. Lama-lama padi dan gabah di lumbung semakin tinggal sedikit.
Pada akhirnya Wulan menemukan selendang yang disembunyikan Tarub di bawah tumpukan padi. Wulan merasa gembira.
Dikenakannya selendang. Wulan pun menuju halaman rumah menemui Tarub yang sedang menggendong Asih.
Betapa kagetnya Tarub melihat wajah Wulan begitu cantik berseri kembali seperti bidadari. Padahal biasanya tampak kusam karena harus bekerja keras memasak, mencuci pakaian, dan mengasuh  anaknya.
"Kang Tarub, aku segera kembali ke nirwana. Selendangku sudah kutemukan. Jika Asih putri kita menangis minta asi taruhlah di selendang yang biasa untuk menggendong dan ayunkan di bawah pohon. Aku akan datang menyusui...," kata Wulan lalu terbang menuju nirwana disaksikan Tarub yang tak bisa berkata apa-apa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H