Terputusnya Jembatan Gladak Perak akibat letusan Gunung Semeru pada Sabtu, 4 Desember 2021 membuat jalur transportasi dan perekonomian masyarakat menjadi tersendat.
Pemerintah pun segera membuka jalur alternatif dari Malang ke Lumajang dan sebaliknya melalui Pronojiwo melewati sungai Curah Kobokan dan Desa Sumber Wuluh yang menjadi salah satu desa yang paling terdampak letusan Gunung Semeru.
Curah Kobokan dalam bahasa Indonesia, artinya jurang yang bentuknya seperti mangkok. Disebut demikian oleh masyarakat karena bentuknya tersebut dan menjadi tempat mengendapnya lahar dari letusan Gunung Semeru.
Namun jalur ini ditutup saat kawasan puncak Semeru tampak hujan atau pada saat malam hari. Lihat foto 1.
Jalur alternatif ini selain sempit juga berbatu dan rusak berat sehingga kendaraan yang melewati harus berjalan pelan dan merambat.Â
Apalagi saat menuruni tebing selatan dan menanjak tebing utara Curah Kobokan curam dan berliku dengan jalan berpasir. Tanpa kesiapan dan ketrampilan mengemudi maka roda mobil akan selip.
Di setiap tikungan tajam atau berpasir licin ada beberapa orang yang siap membantu mendorong motor atau mobil yang terjebak dengan sumbangan sukarela.
Berbatu di sini bukanlah jalan makadam tetapi rusak akibat tergerus lahar dan juga beban berat kendaraan yang lewat. Mulai dari kendaraan pribadi hingga puluhan truk pengangkut pasir dan batu. Lihat foto 4 dan 7.
Melihat jalan yang rusak berat ini, banyak warga yang secara sukarela menguruk dengan pasir dan batu. Sebagai imbalan ada beberapa pengendara atau pemilik kendaraan memberi sumbangan sukarela.  Lihat foto 3.
Akankah jalur alternatif ini kelak akan menjadi jalur utama pengganti Jalan Nasional III yang sebelum diterjang lahar Gunung Semeru melewati Jembatan Gladak Perak? Seorang pengawas pembangunan Gladak Perak tidak menjawab dengan pasti.Â
Mulai adanya pembangunan jembatan di Sumber Wuluh mengindikasikan kemungkinan. Lihat foto 6.
Selain itu, tebing batu di sekitar Jembatan Gladak Perak yang lama kini hanya tinggal tak lebih dari 25%. Tinggal tebing-tebing tanah yang curam. Lihat foto 13.
Di sisi lain melihat Peta Resiko Bencana, keadaan sekitar Curah Kobokan, dan Desa Sumber Wuluh yang masih belum boleh dihuni menunjukkan hal yang lain.Â
Lihat foto 8-10.
Bencana alam selalu menimbulkan korban. Sisa-sisa terjangan alam masih dapat dilihat sebagai tanda betapa kecilnya manusia dan harus selalu berhati-hati dan rendah hati serta waspada.Â
Pemerintah telah berbuat banyak untuk membantu korban bencana alam dan memulihkan keadaan.Â
Tak lebih dari enam bulan, jembatan baru berupa jembatan gantung telah selesai dibangun dan kini bisa dilewati kendaraan roda dua. Sekalipun secara bergantian untuk menghindari beban berlebih agar aman.Â
Pejalan kaki belum diperbolehkan. Dikuatirkan hanya untuk berselfiria belaka. Selain itu di sekitarnya masih cukup berbahaya karena rawan longsor. Serta masih berlangsungnya pembangunan tembok-tembok pencegah longsor.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H