Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Uniknya Penjual Ramuan Jamu di Kaki Lima

3 April 2022   13:49 Diperbarui: 6 April 2022   08:46 448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selama kehidupan masih berlangsung mengikuti perjalanan waktu dan perputaran bumi, setiap orang membutuhkan tenaga untuk menjalaninya. Manusia pun harus terus berkarya dan bekerja untuk mengepulkan dapur demi sesuap nasi yang memberi tenaga.
Berkarya harus kreatif dan bekerja harus punya keterampilan. Tanpa keduanya maka akan tersisih.

Di salah satu sudut tengah kota Malang, tepatnya di Pasar Comboran yang oleh sebagian orang disebut daerah kumuh namun ramai ada dua sosok yang menarik perhatian para pengunjung.  Dua sosok di antara keramaian lapak kaki lima yang penuh pejalan kaki atau pengendara sepeda motor yang berhenti sedikit mengabaikan ketertiban dan membuat arus lalu lintas sedikit tersendat.

Mereka sama-sama penjual jamu ramuan tepatnya minyak gosok. Entah ini termasuk tradisional, herbal, atau alternatif walau yang dijual semacam cairan hasil olahan sendiri.

Dokumen pribadi.
Dokumen pribadi.

Dokumen pribadi.
Dokumen pribadi.

Dokumen pribadi.
Dokumen pribadi.

Sosok pertama seorang pria bertelanjang dada yang sedikit dipenuhi tato namun tidak begitu terlihat karena memakai banyak kalung kayu dan tulang dan berambut gondrong.

Gaya yang unik dengan suara lantang cukup mengundang beberapa orang untuk menonton. Logatnya yang kadang berubah sulit diketahui dari mana asalnya. Ia pun menggelar berbagai barang unik seperti patung kayu gaya Suku Asmat, membakar tiga batang dupa, dan alat peraga lainnya yang sebenarnya tidak saling terkait.

Kepiawaiannya dalam menawarkan jasa yang berbau ramalan dan ramuan yang dijualnya semakin membuat penonton terbuai. Bahkan beberapa orang berani menyodorkan selembar uang dipinjamkan sebentar padanya untuk dilihat nasib yang punya uang. Entahlah apakah uang ini pada akhirnya dikembalikan atau tidak, selama lima belas menit saya melihat masih saja ia membuai setiap penonton mendengar jurus-jurus mengubah nasib.

Ada pula yang sepertinya terbuai untuk dilihat garis tangannya yang menggambarkan garis hidupnya. Sang pemilik tangan hanya manggut-manggut ketika disebut nasibnya tak pernah beruntung. Lelaki berpakaian sederhana dan tampak lusuh yang diramal ini mengangguk bahwa apa yang dikatakan si penjual ramuan ini benar.

Tak ayal beberapa penonton mulai tertarik lalu menyodorkan tangannya untuk dilihat nasibnya dan penyakitnya.

Dokumen pribadi.
Dokumen pribadi.

Dokumen pribadi.
Dokumen pribadi.

Hanya berjarak sekitar 6 meter saja di sebelah kirinya ada juga seorang penjual ramuan dari tumbuhan tertentu.
Penampilannya juga sederhana tetapi lebih daddy. Suaranya tak kalah lantang tetapi ia menggunakan mikrofon nirkabel.

Barangkali penampilannya yang tak terlalu unik sekalipun ia juga memasang banner dan membeber beberapa peraga seperti kalung dan gelang manik-manik yang juga disebut mempunyai khasiat menyembuhkan, toh belum menarik orang untuk menonton.

Penjual semacam ini sering dijumpai di keramaian daerah urban yang padat. Seperti Pasar Atom, Jembatan Merah, dan Wonokromo Surabaya. Pasar dan Terminal Senen, Jakarta. 

Dokumen pribadi.
Dokumen pribadi.

Seperti para sales dan marketing yang harus piawai merangkai kata-kata mengenalkan dan menawarkan barang dan sebuah produk pada calon pembeli, demikian juga para penjual ramuan ini.

Urip kudu ubet. Ora ubet ora ngliwet. Nanging aja gawe mumet.
Hidup harus terus berusaha. Tidak berusaha tidak akan bisa menanak nasi. Namun jangan sampai membuat orang lain kecewa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun