Memasuki kota Malang dari arah utara kita akan disambut seorang perempuan cantik berdarah asli Malang, yakni Ken Dedes atau Prajna Paramita.
Walaupun perempuan ini hanya berupa patung setinggi lebih kurang 10m tetapi menggambarkan perempuan Nusantara sebenarnya.
Ken Dedes terpatri duduk bersila dengan tenang dalam posisi dharmachakra mudra untuk mendapat kebijaksanaan.
Patung Ken Dedes tepat berada di atas sebidang tanah tinggi (Jawa: puthukan) tapi lebih kecil dari bukit. Puthukan ini berada di sebelah selatan persis Kali Mewek yang merupakan perbatasan kota dan Kabupaten Malang.
Patung Ken Dedes berada di sebelah timur atau kiri dari utara dengan menghadap ke barat.
Arah barat depan Ken Dedes ini merupakan Desa Polowijen yang berdasarkan Serat Pararaton disebut Panawijen tempat ia dilahirkan dan dibesarkan.
Kali Mewek yang melintas di utara Polowijen berdasarkan tutur tinular merupakan tempat mandi Ken Dedes sebelum digondol Tunggul Ametung.
Hingga awal tahun 90an sepanjang Kali Mewek di Polowijen masih ada sekitar lima mata air atau belik yang digunakan untuk mandi dan mencuci oleh masyarakat sekitarnya.
Masih berdasarkan tutur tinular, Kali Mewek disebut demikian karena di sini Tunggul Ametung mewek-mewek (menangis pelan) merayu agar Ken Dedes mau jadi istrinya. Di lain pihak Ken Dedes mewek-mewek agar Tunggul Ametung tidak memaksanya.
Di sebelah kanan patung Ken Dedes terdapat tiga patung dan di sebelah kirinya ada empat patung kontemporer. Patung kontemporer yang berujud seperti sebuah senjata ini merupakan gambaran sebuah pusaka atau keris buatan Mpu Gandring.
Hanya saja patung keris ini tanpa warangka dan hanya satu luk (=lekukan) yang menggambarkan bahwa keris ini saat diambil Ken Angrok masih belum jadi.
Bagian wedidang atau pangkal keris pun berupa patung kepala manusia. Ini menggambarkan korban  kutukan keris tersebut seperti yang dikatakan Mpu Gandring sebelum wafat.
Tujuh orang korban kutukan keris dilukiskan dalam tiga patung sebelah kiri, yakni: Mpu Gandring pembuat keris tersebut, Akuwu Tumapel Tunggul Ametung, dan Kebo Ijo.
Empat patung sebelah kiri adalah Ken Angrok, Anusapati, Ki Pengalasan yang membunuh Anusapati atas bujukan Tohjaya, dan yang terakhir adalah Tohjaya sendiri. Sekali pun Tohjaya tidak secara langsung tetapi tertusuk sebuah tombak.
Untuk melengkapi silakan baca : https://www.kompasiana.com/aremangadas/552aef99f17e611256d623f2/situs-ken-dedes-di-desa-panawijen-malang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H