Ketika sudah selesai cukup saya jawab,"Terimakasih bapak-ibu sudah menyampaikan kekurangan saya ..."
Lalu mereka pun pergi dengan hati mendongkol seperti yang terlihat dari tatapan mata dan bahasa tubuh. Tapi tetap saya antar sampai gerbang sekolah dengan penuh senyum. Walau dalam hati terkekeh.
Lebih terkekeh lagi melihat putranya yang tersenyum sambil berkata lirih, "Papa marah ya Pak ... Biarin saja." Saya tahu si anak sedang mengerjain orangtuanya yang kurang rukun. Sialnya saya dijadikan alat.
Jangan dikira anak tidak pernah mengerjai orangtua yang dianggapnya hanya mencari karir uang.
Satu dua kali, sepulang sekolah ada anak putri yang tinggal di asrama dengan sengaja 'mencuri coklat atau permen' lalu dimasukkan saku secara terbuka biar keliatan lalu ditangkap satpam mall.
Sekolah pun kelabakan setelah dihubungi pihak keamanan mall.
Sebagai guru yang mudah bergaul saya selalu menjadi garda di depan jika siswa berulah seperti ini.
Siswa memang unik termasuk saat melampiaskan kekesalan, kejenuhan, dan kebosanan. Banyak ulah yang kadang membuat guru tersenyum sambil mengelus dada dan berkata dalam hati "Kamu anak siapa ta..."
Ketika orangtuanya mengetahui putra-putrinya seperti ini, ada yang berkata, "Siapa to yang mengajar..."
Tiap pribadi memang unik, seperti juga para siswa. Seperti juga para guru.
Sekelumit kisah. Hebatnya jadi guru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H