Ternyata persedian melimpah. Artinya permintaan menurun. Saya menyempatkan diri bertanya pada beberapa pedagang pengecer apakah permintaan dari konsumen keluarga menurun, ternyata jawabnya cukup mengejutkan.Â
Benar permintaan menurun. Keadaan seperti ini ternyata bukan hanya terjadi di Malang dan Surabaya, tetapi juga terjadi di Jogjakarta berdasarkan laporan putri kami yang tinggal di Bantul dan Sleman.
Menurunnya pendapatan ekonomi keluarga terutama dari mereka yang bekerja di sektor informal ternyata berpengaruh juga dalam perubahan pola konsumsi keluarga.Â
Di mana mereka lebih banyak memasak yang bisa menginap atau dihangatkan kembali, seperti yang terbuat dari tempe, tahu, ikan, daging, dan telor.Â
Sedang sayur yang tidak bisa atau tidak baik untuk dihangatkan kembali bila dikonsumsi, kini kurang laku. Apa yang mereka lakukan ini untuk mengirit pengeluaran.
Pembatasan pergerakan untuk mencegah penyebaran Covid-19 dengan membatasi jumlah pengunjung dan jam kerja pertokoan serta kehati-hatian masyarakat tertular Covid-19 tentu saja membawa dampak menurunnya pengunjung dan banyak toko serta mall yang mengurangi jumlah karyawan.Â
Hal ini pula yang mengurangi jumlah konsumen pedagang K5 yang menjual makanan bahkan pusat kuliner di Malang dan Surabaya. Padahal warung-warung K5 inilah yang banyak menyerap hasil pertanian sayur mayur.Â
Sebab yang dijual kebanyakan makan tradisional yang banyak mengolah sayur, seperti gado-gado, rujak cingur, pecel, urap-urap, lotek, karedok, sayur asem, sop, oseng-oseng, tumis, bahkan lodeh serta cap cay.Â
Sedang untuk rumah makan besar, kafe, atau pun restoran di pusat pertokoan lebih banyak menyediakan makanan dari olahan telor, daging dan ikan. Kalau toh sayur biasanya hanya bersifat lalapan atau hanya pelengkap yang tidak terlalu banyak dibutuhkan.