Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Menghindari dan Menangani Kolaps Saat Olahraga

17 Juni 2021   14:41 Diperbarui: 18 Juni 2021   21:44 1406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Latihan yang tepat dan proposional. Dokumentasi pribadi

Peristiwa kolaps seseorang yang sedang berolahraga sering terjadi, hanya saja yang terjadi di lingkungan masyarakat umum jarang terekspos. Kakak kami sendiri yang juga seorang atlet lokal bulu tangkis juga meregang nyawa di lapangan. 

Dua peristiwa nasional dan internasional yang baru saja terjadi atas Kido dan Erickson sungguh mengagetkan, membuat kita semua tertunduk sedih dan berharap tidak terjadi lagi.

Pertanyaan pun muncul bagaimana seorang olahragawan profesional yang ditangani oleh tim luar biasa bisa mengalami hal itu? 

Sebagai pensiunan guru olahraga dan pernah jadi atlet atletik di daerah, saya mempunyai tips menghindari dan menangani kolaps saat olahraga. Lewat paparan sederhana berdasarkan pengalaman ini semoga tips menghindari dan menangani kolaps saat olahraga berguna bagi mereka yang suka olahraga serta pembina atau pelatih olahraga.

Dua tahun lalu saya pernah mengalami terkapar tak sadarkan diri di pematang kala sedang gowes. Petani yang melihat menganggap saya sedang leyeh-leyeh istirahat. 

Setelah peristiwa itu saya mencari sendiri penyebabnya dan menemukan kemungkinan penyebabnya yakni semalam hanya tidur tak lebih dari 4 jam gegara sedih gagal panen. 

Peregangan dan pemanasan sebelum olahraga inti. Dokumentasi pribadi
Peregangan dan pemanasan sebelum olahraga inti. Dokumentasi pribadi
Setahun lalu kembali terkapar saat sedang gowes yang berjarak hanya 2 km saja namun dengan tanjakan sekitar 40 derajat sejauh 1 km. Sebelum terkapar, tiba-tiba saja mata berkunang-kunang, lalu pandangan gelap, dan nafas tersengal lalu tersungkur tapi kesadaran masih dapat kukuasai.

Tidak mau mati dengan cara yang tak lazim, saya menelentangkan diri ke tanah dengan kaki lurus lalu menarik nafas dan mengeluarkannya pelan-pelan melalui hidung. Ketika menarik nafas kedua tangan juga saya tarik pelan-pelan ke atas kepala. 

Demikian juga saat mengeluarkan nafas, tangan lalu saya turunkan sejajar dengan badan. Ini dilakukan sampai nafas kembali normal dan pandangan mulai terang tanpa berkunang-kunang. Setelah kesadaran semakin pulih barulah saya duduk dan minum air putih. Demi keselamatan, lalu pulang tidak melanjutkan bersepeda.

Apa yang saya lakukan ini berdasarkan hasil konsultasi dengan dokter setelah kejadian pertama. Serta berdasarkan saran seorang yogis yang merupakan pelatih kami dalam yoga.

Setahun yang lalu, istri saya mengalami hal serupa ketika sedang bermanuver di velodrome yang hanya berjarak 500m dari rumah.

Jatuh ketika gowes atau berolahraga memang sering kami alami, tetapi lebih banyak karena kesalahan teknis ketika melakukan manuver. Misalnya saat bulu tangkis melakukan jumping smash ala Liem Swie King atau menjatuhkan diri saat menghadapi gempuran. 

Demikian juga saat gowes melakukan pengereman mendadak saat di track turunan yang licin. Semua mudah diatasi. Tetapi kecelakaan tanpa akibat non teknis sangatlah fatal akibatnya.

Olahraga sesuai bakat dan minat serta latihan yang tepat dan proposional. Dokumentasi pribadi
Olahraga sesuai bakat dan minat serta latihan yang tepat dan proposional. Dokumentasi pribadi
Sesuai umur. Dokumentasi pribadi
Sesuai umur. Dokumentasi pribadi
Apa penyebab non teknis?

Pertama, olahraga tidak sesuai proporsi. 

Banyak yang melakukan olahraga hanya karena gengsi untuk mengejar prestasi yang sebenarnya tidak sesuai lagi dengan kemampuan dan usia. 

Usia di atas 30 tahun bukan lagi untuk mengejar prestasi lalu demi gengsi tak mau kalah dengan yang lebih muda atau yang lebih kuat lalu memaksakan diri bermain mati-matian. Jantung pun dipaksa bekerja maksimal. Usia di atas 30 tahun, olahraga hanya untuk menjaga kesehatan dan kebugaran serta untuk bergembira.

Kedua, perhatikan suasana hati. 

Kejadian yang saya alami di atas lebih karena suasana hati yang cukup gundah. Di antaranya karena gagal panen serta harga komoditas turun dan menyebabkan tidak bisa tidur lalu berusaha melupakan dengan memaksakan diri bersepeda di persawahan untuk menghibur diri namun kurang jeli membaca alarm tubuh sehingga tersungkur. 

Berdasarkan hasil konsultasi dengan psikiater, apa yang kami alami disebabkan saat itu saya saat sedang mengalami PPS atau post power syndrome karena belum terlalu siap menghadapi pensiun. 

Walau ini kubantah toh sedikit banyak tanpa disadari memengaruhi suasana hati. Sehingga untuk menghibur diri kadang ingin unjuk kemampuan di luar batas. 

Maka jika saat olahraga mengalami tanda-tanda seperti semakin meningkatnya detak jantung, mata berkunang-kunang, dan keluarnya keringat dingin segeralah berhenti dan jangan melanjutkan atau memaksakan diri.

Mengapa kolaps bisa terjadi pada atlet profesional padahal mereka telah dilatih secara benar dan tepat berdasarkan ilmu kesehatan dan olahraga dan bagaimana mencegahnya?

Tuntutan kemenangan dan mencapai prestasi yang tinggi dari organisasi induk olahraga, pelatih, dan pendukung bahkan ambisinya sendiri sering tanpa disadari sangat menekan kejiwaan seorang atlet professional sekali pun. 

Tekanan ini kadang membuat seorang atlet melakukan hal-hal yang tak disangka-sangka. Berteriak-teriak di ruang ganti, menendang atau memukul sesuatu, bahkan dengan perbuatan yang meremehkan lawan. 

Di lapangan pun ini bisa terjadi. Sebagai contoh Icuk Sugiharto pernah membanting raketnya di lapangan sambil menatap dan menantang para pendukungnya di Istora Senayan yang berbalik menyoraki dan mencaci melihat permainan Icuk Sugiharto yang kurang bagus. Atau Ronaldo yang menendang tiang gawang karena gagal mencetak gol. Masih banyak lagi contoh bagaimana seorang atlet bertingkah di bawah tekanan.

Segera bawa ke rumah sakit jika ada yang mengalami kecelakaan atau kolaps. Dokumentasi pribadi
Segera bawa ke rumah sakit jika ada yang mengalami kecelakaan atau kolaps. Dokumentasi pribadi
Di bawah tekanan jika masih bisa mengekspresikan atau meluapkan tanpa merusak sungguh sesuatu yang bisa meningkatkan prestasi. Namun setiap orang tentu berbeda. 

Ada yang hanya bisa menyimpan dalam hati dan jiwanya merasa tertekan. Di sinilah perlunya pendampingan seorang psikolog bagi atlet olahraga perorangan maupun beregu. 

Bukan hanya tim pelatih yang memberi arahan secara teknis tetapi juga adanya tim psikolog untuk memberi motivasi penyemangat untuk bertanding tanpa merasa tertekan.

Apa yang harus dilakukan jika ada orang lain terlanjur kolaps?

Bagi atlet profesional tentu sudah ada tim dokter yang menangani atau setidaknya ada tim kesehatan yang mumpuni. Bagi atlet lokal atau klub amatir secara darurat kita bisa melakukan pertolongan pertama dengan merenggangkan semua yang dikenakan. 

Bawa ke tempat yang tenang dan jauhkan dari kerumunan. Segera bawa ke rumah sakit untuk ditangani secara medis adalah hal terbaik. Merasa bisa menangani padahal kita bukan seorang paramedis hendaknya dihindari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun