Mengapa kolaps bisa terjadi pada atlet profesional padahal mereka telah dilatih secara benar dan tepat berdasarkan ilmu kesehatan dan olahraga dan bagaimana mencegahnya?
Tuntutan kemenangan dan mencapai prestasi yang tinggi dari organisasi induk olahraga, pelatih, dan pendukung bahkan ambisinya sendiri sering tanpa disadari sangat menekan kejiwaan seorang atlet professional sekali pun.Â
Tekanan ini kadang membuat seorang atlet melakukan hal-hal yang tak disangka-sangka. Berteriak-teriak di ruang ganti, menendang atau memukul sesuatu, bahkan dengan perbuatan yang meremehkan lawan.Â
Di lapangan pun ini bisa terjadi. Sebagai contoh Icuk Sugiharto pernah membanting raketnya di lapangan sambil menatap dan menantang para pendukungnya di Istora Senayan yang berbalik menyoraki dan mencaci melihat permainan Icuk Sugiharto yang kurang bagus. Atau Ronaldo yang menendang tiang gawang karena gagal mencetak gol. Masih banyak lagi contoh bagaimana seorang atlet bertingkah di bawah tekanan.
Ada yang hanya bisa menyimpan dalam hati dan jiwanya merasa tertekan. Di sinilah perlunya pendampingan seorang psikolog bagi atlet olahraga perorangan maupun beregu.Â
Bukan hanya tim pelatih yang memberi arahan secara teknis tetapi juga adanya tim psikolog untuk memberi motivasi penyemangat untuk bertanding tanpa merasa tertekan.
Apa yang harus dilakukan jika ada orang lain terlanjur kolaps?
Bagi atlet profesional tentu sudah ada tim dokter yang menangani atau setidaknya ada tim kesehatan yang mumpuni. Bagi atlet lokal atau klub amatir secara darurat kita bisa melakukan pertolongan pertama dengan merenggangkan semua yang dikenakan.Â
Bawa ke tempat yang tenang dan jauhkan dari kerumunan. Segera bawa ke rumah sakit untuk ditangani secara medis adalah hal terbaik. Merasa bisa menangani padahal kita bukan seorang paramedis hendaknya dihindari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H