Angin dingin meniup mencekam di bulan Desember
Air hujan turun deras dan kencang hati berdebar
Itulah salah satu syair lagu Desember Kelabu yang dilantunkan Endang S. Taurina yang ngetop pada pertengahan 80. Sebuah lagu yang menggambarkan betapa kelabunya bulan Desember yang begitu deras mencurahkan hujan bahkan dengan angin kencang apalagi ada yang ditinggalkan orang-orang yang terkasih.
Hari ini, jam 8 pagi saya seperti juga para petani yang lain sudah berada di sawah. Hujan semalaman hingga dini hari masih menyisakan titik-titik air hujan di kelopak bunga liar, daun padi, bahkan padi yang seharusnya mulai menguning.Â
Titik-titik air hujan yang seharusnya membiaskan sinar mentari menjadi kemilau indah bagai intan, kini menjadi salah satu hal yang menakutkan bagi petani padi.
Tanpa sinar mentari yang benderang titik-titik air hujan bisa saja merasuk ke dalam butir-butir padi yang menyebabkan kandungan air dalam gabah menjadi tinggi.Â
Tentu saja saat akan digiling harus lebih lama menjemurnya untuk pengeringan padahal sinar mentari pun enggan muncul. Maka harga gabah pun akan terjun bebas.Â
Bukan hanya itu, petani padi senatiasa dibuat kuatir akan turunnya hujan malam hari yang biasanya akan merobohkan padi yang membuat rusak. Penulis sendiri, sampai saat ini masih belum tahu alasan ilmiah mengapa hujan malam sering merobohkan padi. Desember kelabu.
Curah hujan yang demikian deras pada bulan Desember juga menyebabkan mudah munculnya jamur pada batang dan daun tanaman sayur, seperti cabai, tomat, mentimun, kacang panjang, bahkan bayam dan sawi. Bahkan tumbuhnya rumput dan tanaman gulma yang bisa menjadi hama sangat besar.
Maka beaya perawatan dan pembasmi gulma menjadi meningkat. Jika obat dikurangi maka bisa mengakibatkan gagal panen. Efeknya pun harga komoditas akan naik. Maka tak heran jika musim hujan harga sayur utamanya cabai dan tomat selalu naik. Desember kelabu. Bukan hanya bagi petani tetapi juga ibu-ibu rumah tangga.