Bila wisata ke Jogja, nama seperti Prambanan, Kalasan, Plaosan, Malioboro, Kraton Jogja, Kotagede, Parang Tritis dan Parang Kusumo adalah tempat yang sudah tak asing lagi bagi siapa pun. Bahkan Tebing Breksi yang belum lama muncul pun sudah cukup mendunia.
Namun nama Goa Selarong yang merupakan tempat wisata sejarah justru sering sedikit tersisihkan. Bukan hanya saat pandemi Covid-19 saja tetapi juga pada saat libur panjang. Selama beberapa kali kunjungan dalam dua tahun terakhir terlihat pengunjung tak pernah lebih dari seratus orang pada hari itu.
Bahkan, pada Sabtu, 26 September 2020 hingga jam 3 sore kemarin hanya sekitar 30an orang. Rupanya, wisata sejarah memang kurang menarik wisatawan terutama wisatawan Nusantara, kecuali Borobudur dan Prambanan yang ketenarannya sudah mendunia.
Pangeran Diponegoro yang dilahirkan dengan pada 11 Nopember 1785 kini diperingati dalam sebuah ritual Grebeg Diponegoro atau Grebeg Selarong pada setiap tanggal tersebut.
Acara bukan hanya dengan membuat gunungan hasil bumi yang disajikan untuk seluruh warga Desa Gowasari tempat di mana Goa Selarong berada. Tetapi juga diadakan pengajian. Hanya saja tahun 2020 ini ritual Grebeg Diponegoro belum tentu bisa dilaksanakan.
Goa Selarong yang berada di Dusun Kembang Putihan, Desa Goa Sari, Kecamatan Pajangan, Bantul Jogjakarta adalah sebuah goa buatan yang berada di tebing kapur yang nyaris tegak lurus.
Goa ini dibuat sebagai tempat persembunyian dan menyusun strategi Pangeran Diponegoro dalam perang gerilya selama lima tahun. Goa ini ada dua buah, yakni Goa Kakung tempat pangeran Diponegoro bersembunyi dan Goa Putri tempat berada para selir Pangeran Diponegoro.
Untuk naik menuju goa, saat ini kita harus mendaki tangga sebanyak 167 anak tangga yang tiap anak tangga setinggi 25cm. Ini berdasarkan hitungan penulis tadi pagi. Bisa dibayangkan betapa tingginya pada masa lalu yang saat itu belum ada tangganya selain jalan setapak batu cadas dan kapur yang licin di saat musim hujan. Apalagi bukit ini sangat rimbun oleh pepohonan yang lebat.
Mungkin inilah yang membuat Belanda sangat kesulitan menaklukkan sebab goanya sangat terlindung secara alami. Di sisi lain pasukan Pangeran Diponegoro yang berasal dari warga desa setempat membuat perlindungan pagar betis hingga di depan goa. Sehingga dapat dengan mudah menghantam pasukan Belanda dari atas tebing.
Jika ada nyali naik ke tebing di atas goa kita bisa juga melihat tebing-tebing pantai selatan selerti Parangtritis dan sekitarnya. Lelah naik tangga kita bisa istirahat sambil menikmati irama desiran angin dari dedaunan pohon trembesi, asam, rukem, beringin, dan gayam atau duduk-duduk di ayunan sambil makan buah-buahan lokal seperti ciplukan, sawo kecik, jambu mente, jambu alas, mangga kuweni, pisang kepok, pisang emas, dan talas serta bentul yang kita beli dari pedagang di sekitar goa.
Inilah keunikan tempat wisata Goa Selarong, para penjualnya kebanyakan para wanita lansia warga setempat. Pengunjung bisa juga membeli atau sekedar melihat pembuatan kipas bambu, kursi taman dan totem, serta patung gerabah. Tentang pembuatan kipas bambu sudah penulis posting tiga tahun lalu. Untuk kursi taman dan patung gerabah akan menyusul.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H