Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

[Wayang Kontemporer] Jangan Remehkan Perempuan

18 Juli 2020   23:16 Diperbarui: 18 Juli 2020   23:14 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Senyum yang menggetarkan. Dokpri

Perkelahian antara kakak beradik Kurawa yakni Suyudana dan Dursasono sungguh memalukan dan harus berakhir tragis. Bukan hanya menyebabkan keduanya menjadi babak belur dan harus dikarantina di sebuah rumah sakit dengan penjagaan berlapis untuk menghindari penyusupan pihak Pandawa seperti yang disanyalir telah merasuk ke pikiran Banowati. 

Lebih dari itu, pihak penguasa tak mau Suyudana dan Dursasono terinfeksi virus Covid-19 mengingat rumah sakit Ngastina nilai akreditasinya masih jauh di bawah rumah sakit yang ada di wilayah Ngamarta. 

Dan, yang paling menyesakkan Banowati akan merasakan tahanan keputren yang dilakukan pihak keamanan setelah mendapat info dari Bala Intelijen Ngamarta atau BINg yang merupakan pasukan telik sandhi Ngamarta di bawah pimpinan Sengkuni.

Sengkuni merayu Durna Sumber gambar: Wikipedia
Sengkuni merayu Durna Sumber gambar: Wikipedia
Paseban Ngamarta

Pagi ini, di paseban hanya ada Pandita Durna, Sengkuni, Citraksa, dan Citraksi yang duduk tak banyak bicara selain termenung memikirkan Ngamarta yang makin ruwet. 

Dalam keruwetan pikiran masing-masing karena merasa dirinya paling pandai, datanglah Banowati sendirian yang membuat Durna dan Sengkuni cukup terkejut padahal mereka telah memberitahu Pasukan Pengaman Keputren atau Paspamtren untuk mencegah Banowati keluar. Begitu berada di kursi sebelah singgasana Suyudana yang kosong, Banowati langsung duduk. 

Mata  liar tajam dan senyum cibiran Sengkuni diabaikannya. Dan ia pun bicara lantang pada Pendeta Durna,"Paman Durna, apa maksud Sengkuni melarang aku sebagai istrinya dan saudara-saudara Kurawa mengunjungi Kakang Suyudana?"

"Banowati, kurasa ini demi keselamatan kita semua jangan sampai ada yang terpapar Covid-19."

"Paman...betapa bodohnya dirimu sebagai sesepuh Kurawa beranggapan seperti itu. Adakah data bahwa di Ngastina terjadi pandemi Covid-19?" Kata Banowati lantang.

Mendengar ucapan Banowati yang menohok ulu hati Pendeta Durna yang amat dihormati Pandawa dan Kurawa, membuat telinga Sengkuni merah seperti tersulut suluh obor penerang paseban.

"Jaga mulutmu Banowati! Dia bukan sekedar paman kita tetapi sesepuh Pandawa dan Kurawa. Hormati Beliau..." Kata Sengkuni tak kalah garang.

"Sengkuni! Kau suruh aku jaga mulut dan menghormati Paman Durna tapi kau sendiri memperalat Beliau untuk ambisimu menguasai Ngastina!"

Terhenyak mendengar ucapan Banowati yang tajam melebihi sembilu membuat Sengkuni terduduk diam dan Durna menjadi gemetaran.

"Paman Durna....tidakkah engkau paham larangan mengunjungi Kakang Suyudana dan Dursasono adalah akal busuk Sengkuni untuk menguasai Ngastina." Banowati semakin lantang.

"Banowati! Keluar kau dari sini."

"Kau memang patih, Sengkuni. Tapi aku permaisuri Suyudana, Raja Ngastina," seru Banowati sambil sedikit mencibir.

Sengkuni turun dari kursinya dan mendekati Pendita Durna serta menggelengkan kepalanya merayu, "Paman betapa ngaconya wanita ini..."

"Dia istri Suyudana, pahami itu..." Kata Durna.

Sengkuni mundur kaget.

"Paman Durna.... Sengkuni walau dia patih tapi dia di luar garis darah Kurawa. Apa hak dia mengatur kita?"

Ucapan Banowati ini menggugah pikiran Pendita Durna selama ini Sengkuni semakin membuat ruwet perselisihan Kurawa-Pandawa.

"Sengkuni....kukira luka Suyudana dan Dursasono tak terlalu parah untuk menginap di rumah sakit. Biarkan mereka pulang...," kata Pendita Durna.

"Paman...biarlah mereka menenangkan diri di sana," rayu Sengkuni.

"Sengkuni....kau jangan bersikap seperti pendiri Orba menahan Soekarno karena alasan sakit...."

Kata-kata Pendita Durna ini semakin membuat Sengkuni terhenyak. Dilihatnya Banowati memandang dia dengan tajam penuh kebencian.

"Sengkuni....aku Banowati permaisuri Suyudana haruskah menggunakan kekuasaanku untuk mengusirmu dari sini?" Tantang Banowati.

Tanpa Dursasono dan Suyudana dua satria Ngastina yang mudah diperdaya ini, ternyata kekuatan dan keberanian Sengkuni lemah di hadapan Banowati. Apalagi Pendita Durna yang semakin tua sulit dirayu. Kini Sengkuni terpuruk karena perempuan yang dibencinya.

Senyum yang menggetarkan. Dokpri
Senyum yang menggetarkan. Dokpri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun