"Sengkuni! Kau suruh aku jaga mulut dan menghormati Paman Durna tapi kau sendiri memperalat Beliau untuk ambisimu menguasai Ngastina!"
Terhenyak mendengar ucapan Banowati yang tajam melebihi sembilu membuat Sengkuni terduduk diam dan Durna menjadi gemetaran.
"Paman Durna....tidakkah engkau paham larangan mengunjungi Kakang Suyudana dan Dursasono adalah akal busuk Sengkuni untuk menguasai Ngastina." Banowati semakin lantang.
"Banowati! Keluar kau dari sini."
"Kau memang patih, Sengkuni. Tapi aku permaisuri Suyudana, Raja Ngastina," seru Banowati sambil sedikit mencibir.
Sengkuni turun dari kursinya dan mendekati Pendita Durna serta menggelengkan kepalanya merayu, "Paman betapa ngaconya wanita ini..."
"Dia istri Suyudana, pahami itu..." Kata Durna.
Sengkuni mundur kaget.
"Paman Durna.... Sengkuni walau dia patih tapi dia di luar garis darah Kurawa. Apa hak dia mengatur kita?"
Ucapan Banowati ini menggugah pikiran Pendita Durna selama ini Sengkuni semakin membuat ruwet perselisihan Kurawa-Pandawa.
"Sengkuni....kukira luka Suyudana dan Dursasono tak terlalu parah untuk menginap di rumah sakit. Biarkan mereka pulang...," kata Pendita Durna.