Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Chairil Anwar yang Sederhana

28 April 2020   21:11 Diperbarui: 29 April 2020   08:18 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkap layar akun IG @hariankompas.

Setiap tokoh, apa pun bidangnya termasuk sastrawan, tentu ada jamannya sendiri. Kala mereka bisa membuat sebuah perubahan dalam perjuangan atau pesan-pesan yang disampaikan pada masyarakat umum tentu akan dikenang. Sutan Takdir Alisyahbana tentu beda dengan Pramudya Ananta Toer. Chairil Anwar tentu beda dengan Sapardi Djoko D. Siapa yang paling menarik? Bagi saya semua menarik walau beda gaya bahasa dalam bertutur tulis lewat coretannya dalam membuat sebuah tulisan: puisi.

Siapa paling berkesan? Tentu setiap orang punya pendapat berbeda sesuai dengan pengalaman dan pandangan hidup mereka masing-masing yang tak dapat ditawar. Sekali pun saya mengenal tulisannya Sapardi Djoko Darmono sejak akhir tahun 70an lewat majalah Horizon tetapi saya lebih terkesan pada Chairil Anwar. 

Ada dua alasan, pertama saya pernah diusir guru Bahasa Indonesia saat SPG gegara tak hafal puisi karya Chairil Anwar: Aku. Kedua, saya suka gaya rambutnya yang kala pertengahan tahun 70an dikenal dengan sebutan biyak tengah dan saya tiru. Herannya, potongan rambut seperti ini juga dipakai Kim Jong Un, diktator Korea Utara itu.

Taman Chairil Anwar sebelum direnovasi. Dokpri
Taman Chairil Anwar sebelum direnovasi. Dokpri
Sejak pengalaman diusir dari kelas gegara tak hafal 'Aku', saya langsung menemui (patung) Chairil Anwar lalu mengumpatnya namun  berjanji untuk menjadi penyair mengalahkan Chairil Anwar dan sang guru Bahasa Indonesia saya ( sekarang menjadi Prof. Dr. Henry Suprianto) yang kala itu juga seorang wartawan Sinar Harapan. Namun cita-cita itu tak pernah terwujud karena lebih tertarik pada sastra Jawa. 

Maka dari itu, puisi dan cerpen saya di Kompasiana lebih banyak dalam bahasa Jawa, geguritan dan cerita cekak. Memang ada sekitar 12 karya saya di Kompasiana yang saya hapus berhubung saya ikutkan lomba geguritan dan cerita cekak. Serta ada dua geguritan yang saya hapus karena sedikit berbau mantra yang jika dikenal maka bisa disalah gunakan.

Geguritan atau puisi dalam bahasa Jawa karya saya lebih banyak dipengaruhi puisi dari Chairil Anwar: Aku, sebuah karya yang pendek, lugas, dan tak bertele-tele.

Patung Chairil Anwar di Malang

Sayang sekali, patung Chairil Anwar setengah badan yang dulu tampak begitu anggun dengan warna alami abu-abu semen, pada awal tahun 80an di bagian penyanggah dilapisi keramik warna merah maron seperti keramik teras rumah atau kamar mandi.  Akhir 2019, taman di sekitar patung iniini direnovasi dengan gaya masa kini bahkan aspal jalan sebagian dibongkar dan diganti tegel batu seperti di sekitar Tugu Jogja.

Hanya saja pemasangan yang kurang baik sehingga beberapa tegel goyang dan terkelupas. Dan yang paling disayangkan, keramik 'kamar mandi' masih terpasang atau tak diganti dan cat yang baru diganti sudah terkelupas. Padahal baru berumur sekitar 4 bulan saja. 

Image caption
Image caption

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun