Memang media cetak di zaman digital ini boleh dikatakan sulit menggeliat. Di sekitar alun-alun pagi hari ini hanya dua orang yang tampak asyik membaca koran sedang yang lainnya sudah sibuk dengan smartphone.
Di bawah sebuah pohon tampak seorang lelaki tua duduk sambil menikmati sebuah jajanan, ia menawarkan sebungkus jagung untuk pakan merpati seharga seribu rupiah. Jika rejeki datang ia bisa menjual 10 bungkus namun paling sering hanya bisa menjual 5 bungkus saja. Bahkan saat hujan tentu tidak laku.Â
Setelah mengamati para petugas kebersihan taman dari Dinas KLH yang terus menjaga kebersihan alun-alun agar tetap indah dan nyaman sebagai tempat wisata gratis bagi warga, saya pun duduk di badukan. Â
Seorang siswa sekolah dasar yang masih lengkap menggunakan seragam namun bajunya ditutupi jaket lengkap dengan tas tampak sedang menjajakan dan menawarkan makanan pada pengunjung serta orang-orang yang lalu lalang di sekitar Masjid Jami, Sarinah, kantor Kabupaten Malang, dan komplek pertokoan.Â
Sedang ayahnya yang tukang parkir belum mendapat uang. Sesuatu yang aneh dari pengakuan anak ini adalah rumahnya yang di perkampungan sekitar pusat kota namun sekolahnya jauh di dekat rumah saya.Â
Apakah anak ini tidak jujur? Entahlah, namun setelah membeli sebungkus tahu kripisnya, saya berpesan jangan berbohong dan lebih baik sekolah dari pada berjualan. Ia pun mengucap terima kasih lalu berjalan menuju arah barat yang justru menjauh dari arah rumahnya.
Dari tempat mengobrol, tampak dua perempuan muda di antara puluhan karyawati gerai nasional sedang berbicang dengan pengantarnya. Wajah-wajah cantik tampak demikian semangat untuk sebuah karya mencari kesejahteraan keluarga.Â
Hanya sekitar 15 m dari saya, seorang ASN sedang gelisah dan duduk di tembok pagar kantor Kabupaten Malang. Entah apa yang digelisahkan? Terlambat  masuk kantor? Sebuah sedan tampak jelas terpakir di tempat yang salah dan dilarang.
Mereka sedang mengantar putri-putrinya yang magang di sebuah mall nasional dan menunggu mall buka. Tak peduli ada larangan parkir, mereka duduk bersama seperti para pengemudi ojek online sedang menunggu calon penumpang.