Pernahkah mendaki ke puncak gunung yang berdiri kokoh tegar menjulang langit di Ibu Pertiwi ini?
Berjalan dan dakilah tak perlu kau berlari
Merangkaklah kalau kau tak berani
Berdirilah di puncak singgasana alam semesta atau duduklah memandang jauh ke bawah sana
Lihatlah aku membentangkan tangan di lembah indah yang tak akan pernah kutinggalkan karena di sinilah aku dilahirkan dan harus menjalani hidup di negeri yang indah
Tak bahagiakah kau melihat canda tawa para orangtua beserta keluarga yang memetik padi di sejengkal tanah harapan?
Atau melihat para wanita begitu ceria memanen sayur di tanah surga ini
Tak perlu kubayangkan menjadi bidadari di negeri gersang jauh di sana yang belum kutahu surga atau neraka
Di sinilah aku dan mereka menjadi bidadari di tanah surga negeri Ibu Pertiwi
Gelak tawa tak akan sirna karena selalu bahagia dalam bekerja bukan mencari petaka
Di tepian laut biru para nelayan menyandarkan perahunya di dermaga kasih yang telah menerima beribu jala ikan tuna dan berjuta mina
Ah, betapa kekar dan gagahnya mereka
Aku bangga pada para pria yang telah berjuang mencari nafkah demi keluarga atas nama bangsa
Para pria yang tak pernah berkeluh kesah mencari surga yang hilang di depan mata dan berjuang mencari surga fatamorgana di gurun gersang yang kini menjadi neraka
Aku bangga pada para pria yang tak pernah bercita menjadi pahlawan menumpahkan darah menciptakan neraka
Bukankah sawah ladang ini begitu subur untuk diabaikan dan ditinggalkan demi sebongkah cadas keras yang akan menimpamu berdarah-darah hingga ujung penantian sia-sia
Bukankah mata air ini selalu menyirami wajahmu kala kau merasa lelah dan membuatmu kembali mempesona lelakimu usai mengolah tanah demi dirimu dan anak-anakmu
Kini tanah surga ini hanya bayanganmu belaka
Kau telah mencampakannya demi sebuah fatamorgana tanpa pelangi yang tak mungkin mengantarmu menjadi bidadari
Bukan lagi gubug tua nan indah dengan sepiring ubi, semangkok sayur, dan sekerat tahu tempe beroleskan sambal yang begitu nikmat
Selain tenda dengan sepotong roti harapan serta setetes air belas kasih yang sedikit melegakan dirimu yang menangis tanpa air mata yang terkuras habis bersama hilangnya bayangan surga
Di sini aku tak bisa berbuat apa selain berdoa dan berdoa kelak Sang Maha Kuasa memberimu bahagia
Entah di mana
Karena aku tak tahu masihkah merah putih berkibar di jiwamu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H