Di tepian laut biru para nelayan menyandarkan perahunya di dermaga kasih yang telah menerima beribu jala ikan tuna dan berjuta mina
Ah, betapa kekar dan gagahnya mereka
Aku bangga pada para pria yang telah berjuang mencari nafkah demi keluarga atas nama bangsa
Para pria yang tak pernah berkeluh kesah mencari surga yang hilang di depan mata dan berjuang mencari surga fatamorgana di gurun gersang yang kini menjadi neraka
Aku bangga pada para pria yang tak pernah bercita menjadi pahlawan menumpahkan darah menciptakan neraka
Bukankah sawah ladang ini begitu subur untuk diabaikan dan ditinggalkan demi sebongkah cadas keras yang akan menimpamu berdarah-darah hingga ujung penantian sia-sia
Bukankah mata air ini selalu menyirami wajahmu kala kau merasa lelah dan membuatmu kembali mempesona lelakimu usai mengolah tanah demi dirimu dan anak-anakmu
Kini tanah surga ini hanya bayanganmu belaka
Kau telah mencampakannya demi sebuah fatamorgana tanpa pelangi yang tak mungkin mengantarmu menjadi bidadari
Bukan lagi gubug tua nan indah dengan sepiring ubi, semangkok sayur, dan sekerat tahu tempe beroleskan sambal yang begitu nikmat