Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Wanita, Ibu Setiap Insan

23 Desember 2019   15:52 Diperbarui: 23 Desember 2019   17:40 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dokumen pribadi.
Dokumen pribadi.
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dua puluh tahun menjadi wali kelas, hampir setiap kali penerimaan rapot, sering saya menjadi curhatan para ibu murid dalam menghadapi keunikan anak-anak mereka.

Saya sebut ibu murid, karena yang sering datang ke sekolah untuk berkomunikasi dengan pihak sekolah kebanyakan adalah para ibu, terutama yang single parent.

Masalah single parent ini yang cukup menantang, karena keluhan para ibu murid ini bukan karena 'kesendiriannya' tetapi bagaimana ingin juga menjadi sosok seorang ayah yang diharapkan anak mereka.

Kisah-kisah di atas adalah kenyataan kehidupan masa kini wanita milenial yang harus berjuang demi kehidupannya. Dua wanita pertama di atas, saya kurang tahu seorang ibu atau bukan dibanding dua wanita terakhir yang jelas sebagai seorang ibu yang berjuang sendiri untuk menjadi orangtua, namun sepenggal kisah kehidupannya menjelaskan bagaimana perjuangan wanita sungguh berat.

Hari Ibu, sering terbayangkan bagi siapa pun adalah hari yang secara khusus diberikan sebagai penghormatan kepada sosok wanita yang telah melahirkan, mengasuh, membesarkan, dan mendidik serta menuntun putra-putrinya menuju masa depan.

Bagi penulis, semua wanita adalah seorang ibu. Bukan hanya wanita yang menurunkan keturunan darah dagingnya sendiri tetapi menjadi ibu setiap insan mana pun untuk menjalani kehidupan tanpa merasa menderita selain senyuman yang selalu tersungging menghapus keluh kesah jalanan terjal perjuangan hidupnya.

dokumen pribadi
dokumen pribadi
Terlepas dari faktor politis dan latar belakang sejarah ditentukannya hari ibu nasional pada 22 Desember atau pun hari perempuan internasional pada 8 Maret oleh PBB, kiranya wanita atau perempuan harus diakui sebagai sosok insan tangguh yang harus dipahami bukan hanya dengan memberi perayaan secara khusus tetapi penghormatan bahwa mereka mempunyai hak untuk menjadi seorang wanita rumah tangga seperti Dewi Wara Sembadra atau menjadi wanita mandiri seperti Srikandi yang terus bergerak mengisi kehidupannya bukan hanya berkutat di dalam rumah.

Seorang ibu murid, beberapa hari yang lalu datang menemui saya sekedar untuk mengucap terima kasih atas pendidikan putrinya selama di SD dan bantuan doanya serta selalu memberi kekuatan sebagai single parent saat curhat bagaimana dia harus banting tulang sebagai seorang karyawati toko.

Saya pun sulit memahami bagaimana dia yang dengan kehidupan yang pas-pasan bisa membawa putri satu-satunya menyelesaikan pendidikannya dan akhirnya kini bisa memberi undangan pernikahannya.

Banyak wanita yang selalu berjuang dan bekerja tanpa tergantung yang lain dan akhirnya menemukan kebahagian. Ia menjadi ibu bagi dirinya, bagi alam, dan bagi semuanya. Mereka menjadi tauladan bagi semua insan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun