Sandya kala, Kemis Pon Wuku Landep
Sepulang mengantar Ken Umang kembali ke Sumber Awan, selesai mandi bersama di Patirtan Watu Gedhe, Ken Arok segera menuju ke Tumapel. Keceriaan yang dirasakan bersama Ken Umang mendadak sirna setelah didapati suasana keputren amat sepi tanpa sosok Ken Dedes selain para abdi dalem yang telah menyiapkan makan siang.
Para inang hanya menggelengkan kepala saat Ken Arok menanyakan keberadaan Ken Dedes. Ingin sekali Ken Arok menuju Panawijen tempat Empu Purwa, mertuanya tinggal, untuk melihat Ken Dedes mungkin sedang berada di sana untuk menenangkan diri karena merasa diduakan cintanya oleh Ken Arok.
Makan sore yang telah disiapkan para abdi dalem tak mengurangi kegelisahan Ken Arok yang termenung di depan meja makan.
"Aku tak mengerti mengapa kau tak tahu ke mana Ken Dedes dan Anusapati hari ini pergi...?" kata Ken Arok setengah bertanya pada seorang punggawanya yang selalu menjaganya saat di keraton.
Sang punggawa diam saja dengan tatapan tajam menantang Ken Arok. Tiba-tiba sang punggawa mengambil keris karya Empu Gandring yang ditaruh di dekat jendela dan berteriak:
"Bangsaat....kau Ken Arok telah membunuh bendaraku Tunggul Ametung! Rasakan pembalasan ini!"
Dan....jress keris terkutuk itu menghujam lambung dan merobek perut Ken Arok yang langsung terkapar. Kala meregang nyawa, terbayang ia pernah berjanji tak akan menduakan Ken Dedes dan ucapannya pada Ken Umang 'Semua akan jadi tanggungjawabku....'
Gegerlah keputren keraton Singhasari.
0 0 0 0
Jumat Wage, Wuku Landep
Suasana pesta perkawinan Anusapati di Tirtomoyo ramai sekali. Suguhan bandrek menemani joget Rangon (tayub) membuat suasana semakin meriah walau tanpa kehadiran Sang Amurwabhumi. Para sentana dan punggawa demikian terlena dan larut dalam kegembiraan. Namun semua menjadi kacau kala sang punggawa kepercayaan Ken Arok namun menjadi telik sandi (mata-mata) Anusapati, datang sambil membawa keris yang bersimbah kering.
"Apanji Tohjaya.... begundal Ken Arok telah terkapar di tanganku oleh kerismu ini...," seru sang punggawa sambil memberikan keris terkutuk itu pada Anusapati.
"Apaaa? Jadi inikah yang menyebabkan Beliau tak datang pada perkawinanku? Kau telah membunuhnya!" teriak Anusapati sambil menarik keris terkutuk itu dari tangan sang punggawa.
Lalu....jresss keris itu menusuk dan  merobek perut sang punggawa yang masih terengah-engah dan kaget mendengar teriakan Anusapati.
"Kau juga pengkhiiiiianat Anusapati....!" Seru sang punggawa sambil meregang nyawa dan menudingkan telunjuknya pada Anusapati.
Ken Dedes yang selalu tersenyum kini terperangah. Tohjaya yang tak terlalu kaget akan peristiwa itu langsung menyelinap, menarik keris terkutuk itu dari perut sang punggawa dan lari menyelamatkan diri.
Di tepi hutan lereng Redi Meru, ia beristirahat di sebuah pedukuhan Ledok Amba. Titik-titik air mata dendam turun di ujung keris yang penuh darah kutukan Empu Gandring.
"Kau pun akan terkapar dengan keris ini...." seru Tohjaya dalam batinnya di antara heningnya alam tanpa semilirnya angin gunung dan gemirciknya sungai yang mulai kering oleh api kesumat pengejar kekuasaan.
Sawojajar, Sabtu Kliwon
21.12.2019
12.12
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H