Bagaimana dengan guru di pelosok. Masih mudah ditemui, bagaimana seorang guru yang mendapat sertifikasi menghindari tugas lalu membayar tenaga honorer yang ada untuk mengganti tugasnya sedang ia sendiri menjalankan usaha sampingannya.Â
Selama lebih dari 15 tahun memegang kuasa perawatan dan sebagian pembangunan sekolah tak dipungkiri saya menolak fee 10% dari pelaksana atau kontraktor tetapi juga tidak setuju jika pemangku kuasa lainnya di tempat kerja juga menerima. Soal mereka menerima di bawah tangan, waktu akan membuktikan.Â
Dan terbukti! Hal yang tak dapat saya tolak, ketika pulang kerja begitu sampai di rumah ada saja hadiah sudah berada di meja. Mulai dari arloji, kain batik, cincin dan kalung emas, atau smartphone walau harganya di bawah 3 juta adalah biasa. Seperangkat komputer dan sepeda motor? Heeemm....yang memberi tak pernah jujur!
Jangan hanya melawan korupsi di tempat kerja.
Dua minggu yang lalu, saya membaca sebuah tindak korupsi di jalanan. Saya abadikan dan posted di sebuah komunitas FB. Dalam dua hari liked di atas 1.200 dan tanggapan positif sekitar 400 lebih. Dua hari kemudian post lagi dengan kasus berbeda. Hasilnya? Posted saya diblokir. Ambyaaarr....
Korupsi bukan budaya.
Pencegahan korupsi bukanlah hal yang sulit, namun mengawalinya terlebih dahulu dari diri sendiri dan keluarga.
Kita juga tahu setiap orang selalu berusaha untuk tidak korupsi atau ngenthit. Tetapi keadaan kadang menjebak untuk tidak bisa menghindari tindakan semacam itu. Bukan menjadi seorang koruptor tetapi orang yang menerima grativikasi yang merupakan penyuapan secara halus.Â
Saya koruptor?
Silakan baca juga artikel 1Â dan artikel 2.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H