Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Ngenthit" Itu Korupsi, Saya Juga Koruptor

11 Desember 2019   17:03 Diperbarui: 12 Desember 2019   15:11 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada juga kelompok buruh tani ibu-ibu yang menawarkan diri memetik dengan ani-ani dengan ongkos bagi hasil. Mereka ada juga yang curang atau ngenthit dengan cara hampir setiap jengkal ada saja bulir padi yang tidak dipetik dan saat panen usai baru dipetik secara pribadi dengan alasan mencari sisa-sisa. Budaya Jawa menyebutnya 'ngasak'

Ketika waktunya pengupasan gabah menjadi beras pun petani tak lepas dari usaha pengenthitan yang dilakukan pengusaha selepan. Dugaan hasil panen sebesar 65% dari gabah kadang meleset hanya 55% saja. Maka dari itu petani lebih senang mengeringkan gabah sendiri atau menyelepkan di selepan odong-odong untuk menghindari kerugian.

Tukang batu, kayu, dan bagian umum sekolah juga korupsi.

Bermaksud mengurangi beaya perawatan gedung sekolah yang mahal dan memberi peluang bagi karyawan sendiri penulis berusaha memberdayakan mereka dengan mengecat dinding kelas, perbaikan bangku, atau perawatan lapangan olahraga dan perawatan taman setiap akhir semester. Tentu saja di luar jam kerja dengan honor sesuai dengan kesepakan namun tidak melanggar atau di bawah ketentuan peraturan penggajian karyawan.

Akal bulus untuk mendapat keuntungan pribadi selalu ada. Misalnya, berdasarka petunjuk pemakaian cat tembok untuk 1 pail bisa digunakan untuk 150m persegi ternyata hanya bisa untuk 100m persegi. Selidik punya selidik, ternyata mereka juga suka ngenthit dengan cari mengambil sebagian dimasukkan dalam plastik di bawah pulang.

Satpam sekolah.
Sudah menjadi kesepakatan untuk memberikan pelayanan prima pada siapa pun dan larangan menerima promosi apa pun. Kenyataan layanan prima hanya diberikan pada mereka yang pernah memberi tips. 

Ditambah lagi masih saja mengantar promosi menghadap ke penulis yang menawarkan ATK & peralatan perlengkapan perawatan sekolah dengan tips 10% untuk sekolah dan khusus untuk saya akan mendapat fee berbeda. 

Tak mau tertipu, saya pun menawar 15%, jawaban sang penjual pun sungguh mengejutkan. Ternyata  yang 5% sudah dibagi dua untuk satpam dan bagian umum sekolah! Nah!

Guru dan Kepala Sekolah.
Konsistensi menghindari, mencegah dan menolak korupsi di tempat bekerja berbuah manis dengan dicopot dari guru lalu diangkat menjadi kepala bagian yang membawai 19 unit di tiga kota. Naik pangkat? Boleh saja orang mengatakan demikian walau sebenarnya justru merasa dibuang.

Sekali pun mempunyai kuasa mengelola beaya perawatan gedung sebesar lima milyard setahun. Sebuah jumlah yang cukup besar menurut ukuran saya. Bangga? Tidak! Dua tahun menanggung beban berat.

Kegalauan menghadapi masalah korupsi yang demikian hebat juga di kalangan swasta, sempat saya utarakan dengan WAG Kompasianer tiga minggu yang lalu. Saya yakin dua Kompasianer yang kadang masih saling kontak membacanya juga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun