Tak terasa hingga jam sebelas kami masih di Jl. Budi Utomo udara terasa makin panas. Daripada gerah merasakan Jakarta, setelah berjalan kaki tak lebih dari 1 km, di Jl. Dr. Wahidin kami memutuskan kembali ke Hotel Senen dengan naik bajay yang jalannya bagaikan bajay yang ada di Bollywood.
Sesampainya di Hotel Senen, kami langsung mandi lagi karena tak tahan gerahnya Jakarta dan jam 12 sudah sampai di Stasiun Senen dengan jalan kaki saja. Apakah Stasiun Senen salah satu gambaran ruwetnya Jakarta, kok antrian calon penumpang yang begitu panjang di luar pagar peron dibiarkan saja.Â
Saya pun menghadap petugas untuk meminta pagar dibuka supaya penumpang menunggu di peron saja. Petugas meminta saya menunjukkan karcis setelah mengetahui saya ke Malang dia pun mengatakan 'Arema ya Sam...' Lalu mempersilakan masuk dengan diikuti puluhan calon penumpang lainnya.
Di dalam KA Majapait, saya kembali ngomel dalam hati. Harga karcis dua kali lipat KA Matarmaja tetapi ukuran tempat duduknya sama saja. Bedanya satu kursi semua untuk dua penumpang. Sedang KA Matarmaja satu kursi ada yang untuk tiga orang. Perjalanan lebih dari 10 jam kembali membosankan saya.
Satu hiburan yang membuat hati gembira tapi juga beban untuk lebih dewasa dalam menulis dan komen adalah menerima People's Choise Award dan Best in Citizen Journalism.
Baca juga:Â Jakarta? Ooo.... Jakarta!
Jakarta... Oh Jakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H