Bolehkah masyarakat menghukum?
Mungkin kita pernah mendengar 'istilah kawin tangkap atau kawin hansip' di mana dua insan yang dianggap melakukan tindakan kejahatan seksual tertangkap warga dan aparat kampung atau desa lalu dipaksa menikah.Â
Hingga awal 90-an hal ini sering terjadi dan di beritakan oleh media cetak. Jika salah satu yang tertangkap menolak kawin dengan pasangan selingkuhnya, biasanya akan dihukum denda seperti, membeli batu atau semen untuk perbaikan sarana desa.Â
Ada pula yang disuruh kerja sosial seperti mengecat jembatan desa. Ternyata hal ini pernah digugat warga yang terhukum dan dibawa ke rana hukum dengan hasil yang mengejutkan warga dan aparat kampung atau desa yang menghukum ganti dihukum. Sejak saat itu kejadian semacam ini jarang terjadi.Â
Sebaliknya kisah perselingkuhan dan kehidupan sek bebas menjadi berita yang biasa selain hangat-hangat kotoran ayam lalu terlupakan oleh jaman.Â
Masyarakat hanya bisa melaporkan pada pihak berwajib dan selanjutnya akan diselesaikan secara kekeluargaan bersama masing-masing keluarga yang tertangkap.
Perkembangan jaman yang mengarah pada kehidupan pribadi dalam arti privaci seseorang lebih diutamakan, kontrol sosial dari masyarakat semakin luntur selain hanya bisa mencegah dengan pesan-pesan lesan yang sekedar himbauan.Â
Masalahnya, masyarakat sekarang semakin pandai dan kritis maka tak mau menelan mentah-mentah pesan dan justru sering menggugat integritas kepribadian tokoh masyarakat dan agama yang menjadi penghimbau. Orang Jawa bilang 'gajah diblangkoni: isa kotbah ora isa nglakoni' Sesuatu yang aneh. Â Wajar masyarakat menggugat.
Berita atau pun kasak-kusuk seperti ini sepertinya sejak dulu ada, mulai Adam & Hawa, Sodom & Gomorah, Cleopatra, Ken Arok dan Ken Dedes, Arjuno dan Banowati, Pangeran Charles dan wanita yang jadi istrinya sekarang. Â Atau kehidupan artis dan selebritis di negeri kita. Siapa yang berani membantah?Â
Soal tempat di mana perselingkuhan atau kejahatan seksual dan etika dilakukan bisa di mana pun. Mulai dari ruang kerja hingga rumah sendiri. Di kebun dan sawah. Di hutan atau gunung. Di tengah semak atau di rerumputan. Di kolong jembatan atau pinggir pantai. Di hotel berbintang atau di kuburan. Terserah kesepakatan.