Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Senyum Manismu yang Menggoda

29 Agustus 2019   15:38 Diperbarui: 29 Agustus 2019   15:58 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Upacara nyadran atau berdoa bersama seluruh warga desa di pemakaman untuk mengenang para leluhur baru saja di mulai. Semua yang hadir secara khidmat mengikuti doa yang dipanjatkan oleh sesepuh desa.

Tidak seperti biasanya, aku hanya duduk bersama salah seorang tetua desa di pinggir kuburan sambil mengamati semua yang hadir. Jika pada upacara nyadran atau sadranan aku selalu duduk paling  depan bersama para sesepuh desa dan ketua adat yang memimpin ritual atau setidaknya jepret sana sini untuk dokumentasi. Kali ini saya betul-betul ingin duduk bersama masyarakat. Namun demikian kesukaan memoto tetap saja tak dapat dihindari.

Kehadiran saya yang duduk bersama salah satu tokoh desa rupanya cukup menarik beberapa peserta yang duduk lesehan di antara nisan-nisan makam. Salah satu di antaranya seorang wanita yang duduk sendirian di depan saya. Tiga empat kali ia menoleh sambil melemparkan senyum manisnya yang aahhh....

Senyum manis yang menggoda. Dasar lelaki eh tukang foto yang haus objek menawan maka tak menyia-nyiakan kesempatan. Menoleh kesekian kalinya ia pun kupoto. Jepret.... Gocha! Kulihat di layar hape dan tampak senyum manis seorang wanita desa yang cantik.

"Mas Ukik mari makan....," Pak Sutak menjawil pundak saya sambil mengajak makan.

"Ooh sudah selesai to doanya...," sahutku setengah kaget.

"Hla sampeyan waktunya doa ya mainan hape lihat gambar wanita cantik saja...," Aku cuma tersenyum sambil mencicipi nasi jagung yang telah disajikan di sebelah nisan seorang keluarga Pak Sutak.

"Sinten Pak...tiyang estri ngajeng kula wau?"  (Siapa Pak...wanita yang duduk di depan saya tadi)

"Hla sampeyan wis duwe bojo ayu kok ya ngematna tiyang ayu sanes...." (Hla sudah punya istri cantik kok masih memperhatikan wanita cantik lainnya...)

Aku kembali tersenyum sambil menunjukkan hasil jepretanku tadi. "Ini lho Pak....." Bu Sutak yang ada di samping Pak Sutak nyelutuk,"Mas Ukik ndhisik kebimbang sinden tayub saiki kebimbang rondho..." (Mas Ukik dulut jatuh hati pada pesinden tayub sekarang tertarik janda.....) Tak ayal sanak kerabat Pak Sutak yang ikut makan di situ langsung tertawa. Aku cuma garuk-garuk tengkuk yang tidak gatal.

Tak ada di antara mereka. Dokpri
Tak ada di antara mereka. Dokpri
"Foto kapan niku Mas...?" (Foto kapan itu Mas...)

"Nggih niku wau...." (Barusan itu tadi...)

"Kadose kok mboten wonten tiyang estri niki...." (Sepertinya tak ada wanita ini tadi...) Kata Pak Sutak sambil meminta Bu Sutak dan anak-anaknya untuk melihat. Dan semua menggelengkan kepala tak melihat dan mengenal wanita itu.

"Halaaaa.... Mas Ukik mau pamer calon istrinya yang ke duaaaaa...." ledek Bu Sutak.

Setelah menyantap tiga suap nasi, aku pamit Pak Sutak untuk makan bersama keluarga lain yang ikut nyadran. Tentu saja sambil jelalatan mencari wanita tadi. Tak kutemukan di antara ratusan warga yang ikut nyadran.

Kala makan bersama keluarga Pak Tuyar, Mas Buasan, atau pun dengan keluarga lainnya selalu kutanyakan tentang wanita tadi. Bukan hanya penasaran karena senyumnya tetapi aku merasa tak pernah melihat wanita ini seperti juga kebanyakan mereka yang kutanya. Selalu menggelengkan kepala.

Jam 12 siang pemakaman mulai sepi. Semua orang mengikuti sesepuh dan perangkat desa kembali ke desa diiringi seni jaran kencak dan bantengan.

Aku yang penasaran masih termangu dan mencari wanita itu. Teriakan istriku tak kugubris termasuk salah satu putriku yang cukup lantang berseru,"Bapak masih nunggu temannya. Para lelembut...."

Tak mau terbakar teriknya matahari pertengahan musim kemarau di tengah kuburan, aku pun beranjak pulang. Kuraih tas kamera yang terletak di ujung depan sebuah makam. Kala kuangkat tas tampak sebuah kresek putih. Kuambil dan kubuka. Tampak segulung tali atau kain mori pembungkus mayat dan segumpal tanah kuburan. Entah siapa yang menaruh.

Di batu nisan itu tertulis dengan agak kabur: ....wafat Jumat Legi....1976. Kuambil kain mori dan tanah kuburan itu. Ada kepercayaan bisa digunakan untuk sesuatu yang menakutkan. Untuk apa? Biarlah aku yang tahu....

Sesobek kain kafan dan tanah kuburan. Dokpri
Sesobek kain kafan dan tanah kuburan. Dokpri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun