Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Perjuangan Para Lelaki di Ujung Senja

9 Mei 2019   13:02 Diperbarui: 9 Mei 2019   18:43 522
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dari depan gubuk, penulis mengamati para buruh tani yang terus bekerja. Angan pun melayang pada seorang pencari rumput laut di Pantai Kondang merak.

Di usianya yang hanya selisih sekitar 12 tahun dengan penulis, namun ketegaran dan keperkasaannya nampak demikian menyeruak di balik tubuhnya yang kecil dengan kerut-kerut otot tanda perjuangan untuk sekedar bertahan hidup.

Senyumnya yang tulus menggambarkan bagaimana ia hidup tanpa beban pikiran yang menggoda selain kepasrahan akan narima ing pandum. Pasrah pada pemberian Tuhan yang tak akan membiarkan umatnya menderita.

Angan pun melayang mundur ke Bromo, mengingat kembali pada Pak Misan seorang petani dan pemilik kuda yang digunakan untuk mencari nafkah dengan disewakan pada wisatawan yang ingin naik kuda dan sekedar berfoto ria. Di usia yang mendekati 80 tahun, sebagai seorang petani kentang sebenarnya ia sudah hidup berkecukupan.

Namun di saat, ladangnya sudah tak memerlukan banyak tenaga karena mendekati panen, P. Misan hanya mengandalkan putra-putranya untuk mengolah. Ia sendiri, mencari tambahan penghasilan dengan menyewakan kuda di sekitar kaldera Bromo.

Rejeki tak dapat diukur dan dinanti. Kadang ia mendapat sertus ribu sehari. Namun sering juga ia tak mendapat serupiah pun. Namun ia tetap tersenyum walau tak bisa disembunyikan betapa ia tetap berharap saat nanti akan mengantongi rupiah yang diharapkan.

Dokpri
Dokpri
Hidup adalah perjuangan tanpa batas akhir. Selama nafas masih mengembang, berpangku tangan adalah keniscayaan. Bekerja memang bukan sekedar mencari nafkah atau hidup berlimpah sehingga kadang lupa akan kebahagiaan sejati. Kesehatan sebagai kesejahteraan raga dan jiwa yang membawa kebahagiaan jadi terabaikan. Kelimpahan materi bukanlah ukuran keberhasilan hidup.

Bisa bekerja dan tertawa atau tersenyum manis bersama orang lain adalah kebahagiaan pula. Sekali pun kita sebagai lelaki di ujung senja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun