Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sakralnya Upacara Sadranan di Desa Ngadas, Malang

3 Oktober 2018   22:08 Diperbarui: 4 Oktober 2018   08:27 2914
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ladang di musim kemarau di sebelah makam. Dokpri

Selasa Kliwon, 2 Oktober 2018

Bulan Oktober, seperti biasa merupakan puncak musim kemarau seperti yang biasa kami rasakan di wilayah Gunung Bromo dan Semeru. Terik matahari cukup menyengat berbaur dengan semilirnya angin pegunungan yang cukup dingin sehingga udara masih cukup terasa segar. 

Sekali pun pemandangan di perbukitan yang biasanya menghijau kini tampak demikian kering. 

Beberapa petak lahan di tebing berundak memang masih tampak cukup hijau. Ini karena ditanami kentang yang masih muda namun tampak subur karena kerajinan para petani yang selalu menyirami dengan tekun.

Petak-petak ladang yang biasanya tampak ada beberapa petani dari keluarga yang bekerja, kini tampak sepi. Tak ada seorang petani pun yang ada di lahan. Apalagi di tepi hutan yang biasanya ada beberapa ibu dan wanita mencari kayu bakar. 

Sebab seluruh warga Desa Ngadas kini semua berkumpul di pekuburan umum yang ada di sebelah timur desa atau tepatnya di depan Pura Hindu dan di sebelah bawah  Vihara Paramitha.

Santapan dan sesaji saat di pemakaman. Dokpri
Santapan dan sesaji saat di pemakaman. Dokpri
dokpri
dokpri
Waktu menunjukkan sekitar jam 10 pagi, ketika rombongan prosesi yang di awali dengan penampilan Seni Jaran Kencak lalu Kepala Desa dan Dukun Adat Desa Ngadas. Lalu dilanjut para tamu dari kecamatan selanjutnya diikuti oleh para warga desa tiba di pemakaman untuk mengikuti acara Nyadran atau Sadranan. 

Sekalipun lebih dari dua ribu orang yang merupakan penduduk Desa Ngadas, serta para sanak keluarga dari desa tetangga berkumpul jadi satu di lahan yang tak lebih 100 are. Namun suasana demikian hening dan khidmat.

Pak Mujianto selaku Pejabat Kepala Desa Ngadas, Camat Poncokusumo, Pak Tomo Dukun Adat Ngadas, dan beberapa pejabat dari Bhabinsa serta Polsek Poncokusumo, duduk di panggung depan pemakaman yang menghadap ke selatan tepat di depan puncak Mahameru. 

Penulis sendiri duduk di deretan paling selatan pemakaman tepat di tepi bibir jurang sedalam 20m bersama kerabat yang memakai pakaian dan udeng (ikat kepala) khas Tengger. Kecuali penulis, kali ini memakai batik hijau.

Hening....
Hening....
Ladang di musim kemarau di sebelah makam. Dokpri
Ladang di musim kemarau di sebelah makam. Dokpri
Setelah sambutan dari pejabat yang tak lebih dari 15 menit, acara Sadranan diawali dengan pembacaan mantra oleh P. Tomo selaku Dukun Adat Desa Ngadas. 

Diiringi pembakaran dan kepulan asap kemenyan nan harum dan sapaan lembut Mbah Dukun yang berseru... "Hong ulun mandara basuki langgeng...." Seluruh warga menjawab dengan lembut pula, "Langgeng basuki...." 

Selesai pembacaan mantra, acara dilanjutkan makan bersama secara hening dengan keluarga dan kerabat di atas pemakaman keluarga yang merupakan simbolis makan bersama para leluhur yang selama bulan Karo para leluhur diundang berkumpul bersama keluarga untuk berpesta. 

Penulis sendiri kali ini makan bersama dengan seorang tamu gadis cantik dari Madiun yang tertarik dengan acara ini. Sebuah kejutan karena gadis milenial yang biasanya sudah tak biasa lagi berbahasa Jawa justru amat fasih dengan bahasa halus atau krama  inggil. 

Sedang para pejabat makan bersama di panggung. Kurang lebih lima belas menit kami bersantap bersama keluarga dan leluhur di pemakaman, kami kembali ke desa secara bersama-sama. 

Bagi leluhur yang telah kami hantar kembali setelah menemani kami selama 15 hari di bulan nan sakral, Bulan Karo, di atas makam kami beri sesaji seperti santapan saat masih hidup di dunia. 

Makan bersama keluarga dan leluhur di pemakaman ini, merupakan pesta perpisahan dengan para leluhur yang akan kembali ke alam swargaloka dalam suasana yang bahagia.

Suguhan bagi tamu.
Suguhan bagi tamu.
Santapan bagi tamu. Sudah terpengaruh gaya kota.
Santapan bagi tamu. Sudah terpengaruh gaya kota.
Jika saat berangkat di awali oleh Seni Jaran Kencak, rombongan pejabat desa dan kecamatan lalu diikuti warga desa. Kini sebaliknya warga desa terlebih dahulu lalu Seni Jaran Kencak dan diikuti pejabat desa dan para tokoh masyarakat. 

Penulis kali ini kembali ke rombongan bersama Mbah Dukun dan P. Mujianto selaku pejabat kepala desa. Kami sebut pejabat kepala desa, karena pada 11 Nopember 2018 nanti akan ada pemilihan lurah baru.

Selanjutnya di rumah kami masing-masing diadakan pesta keluarga dengan sambil saling beranjangsana ke setiap keluarga dan kerabat. Sebuah pesta nan meriah karena setiap keluarga menyediakan aneka masakan, makanan, dan buah-buahan serta pakaian sebagai sesaji bagi para leluhur serta seluruh anggota keluarga. 

Masakan, makanan, dan buah-buahan bukan hanya diperuntukan bagi keluarga dan leluhur saja, tetapi juga dihidangkan bagi para tamu. Siapa saja yang diundang wajib memakan dan tidak boleh menolak.

Mejeng bersama P, Mujianto, Pejabat Kepala Desa Ngadas
Mejeng bersama P, Mujianto, Pejabat Kepala Desa Ngadas
Bersama P. Tomo, Dukun Adat Desa Ngadas
Bersama P. Tomo, Dukun Adat Desa Ngadas
Satu hal yang cukup berbeda dengan adat istiadat di tempat lain, setelah berbincang sekitar 10 menit kemudian tamu dipersilakan menikmati masakan yang disediakan. Selesai menikmati masakan atau makan, biasanya tamu langsung mohon pamit tanpa duduk kembali di kursi tamu dan berbincang. 

Tuan rumah pun mempersilakan dengan tetap duduk di kursi tanpa berjabatantangan atau salaman apalagi menghantar tamu. Ini bukan hanya pada saat hari raya atau hajatan tetapi juga pada saat kita bertamu. Bagi yang tidak biasa tentu terasa janggal.

Dari kiri: P. Mujianto tidak memakai slempang kuning, P, Tomo dan seorang 'wong sepuh' atau pembantu Dukun Adat
Dari kiri: P. Mujianto tidak memakai slempang kuning, P, Tomo dan seorang 'wong sepuh' atau pembantu Dukun Adat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun