Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nelayan Tangguh di Pantai Depok, Bantul Jogjakarta

1 Mei 2018   14:23 Diperbarui: 2 Mei 2018   20:15 587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jum'at, 20 April 2018 jam 14.30 suasana Pantai Depok, Bantul di Jogja cukup lengang. Hanya suara deburan dan alunan gelombang pasang yang terus menggelora tanpa henti. Perahu-perahu nelayan berjajar di tepi pantai, tanpa aktifitas nelayan yang mencolok. Selain dua orang nelayan yang sedang memperbaiki jaring yang sepertinya sedang kusut. Wisatawan yang ada di pantai pun tak lebih dari 10 orang, yang hanya duduk manis di lapak-lapak sederhana sambil menyantap ikan bakar pesanan mereka.

Mungkin karena ini bukan hari libur sehingga sepi pengunjung dan mungkin karena cuaca begitu terik dengan temperatur 31C. Atau mungkin karena Jum'at Kliwon yang merupakan hari yang cukup dikeramatkan oleh kebanyakan masyarakat Jogjakarta dan Jawa Tengah sehingga sepi aktifitas.

1-5ae81279ab12ae0529214532.jpg
1-5ae81279ab12ae0529214532.jpg
2-5ae814accaf7db6a4a0a2bb2.jpg
2-5ae814accaf7db6a4a0a2bb2.jpg
3-5ae814a716835f51634c7622.jpg
3-5ae814a716835f51634c7622.jpg
Menjelang jam 3 sore, seorang nelayan sebut saja namanya Pak Suwarji, sesuai dengan nama yang tertulis di topi yang dipakainya, mengambil jaring dan menatanya di bibir pantai. Sepuluh menit mengurai, Beliau pun membawa jaringnya ke pantai yang terus menerus dihantam gelombang setinggi 2m. Tanpa rasa takut, jaring ditebar dan dibiarkan terseret gelombang. Hanya ujungnya yang tetap dipegang agar tidak hanyut ke tengah laut. Dari ujung yang satu itu pula, Beliau menyeret jaring yang terbawa gelombang sehingga jaring terbentang dari timur ke barat.

Hantaman gelombang yang demikian kuat, ternyata tak bisa membawa jaring agak jauh dari bibir pantai. Pak Suwarji pun harus menuju agak jauh ke tengah sekitar 25m dari bibir pantai sambil membawa jaring tersebut. Gelombang yang datang tanpa henti bukanlah hal yang ditakuti atau sekedar dikuatirkan sebagai seorang nelayan yang telah digelutinya selama lebih dari 40 tahun. Yang agak dikuatirkan hanya satu, hari ini tidak mendapat ikan sesuai dengan yang diharapkan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

4-5ae813d3f133443b07449be3.jpg
4-5ae813d3f133443b07449be3.jpg
5-5ae812a9ab12ae5b2c2f7bd2.jpg
5-5ae812a9ab12ae5b2c2f7bd2.jpg
Selain keberanian dan ketangguhan Pak Suwarji dalam menjaring ikan, yang membuat penulis kagum pada Belaiu adalah bagaimana cara Pak Suwarji menghadapi gelombang yang demikian besar dan kuat. Ketika gelombang besar datang menghantamnya, Pak Suwarji segera setengah melompat sehingga gelombang yang menghantam dirinya menjadi pecah dan tidak menyeretnya. Memang saat melompat lalu mendarat, tampaknya seakan Pak Suwarji hanyut terbawa arus gelombang karena hanya kelihatan kepalanya saja. Bahkan dalam waktu sekian detik, badannya tak kelihatan sama sekali.

Demikian juga saat arus balik gelombang menuju ke tengah laut, Pak Suwarji melakukan hal yang sama. Ini dilakukan Beliau secara terus menerus, lengah sedikit saja akan menyeretnya ke tengah. Namun kekuatan tubuh yang telah tertempa alam dan pengalaman hidup sebagai nelayan selama puluhan tahun menyebabkan Pak Suwarji demikian tangguh.

6-5ae812b4ab12ae72e25080d2.jpg
6-5ae812b4ab12ae72e25080d2.jpg
Hanya tampak kepalanya.
Hanya tampak kepalanya.
Lima belas menit, Pak Suwarji mengatur dan menebar jaring sepanjang 30m di pinggir laut. Bukan menjala atau menjaring di tengah laut dengan menggunakan perahu pada malam hari. Kali ini yang dilakukan hanya berharap ada ikan yang terseret gelombang ke tepi pantai lalu terjebak di jaringnya.

Jam 3 sore, Pak Suwarji meninggalkan jaringnya tetap di pinggir laut untuk memberi kehidupan bagi keluarganya. Menjelang senja, Beliau akan kembali untuk memanen ikan yang terjaring. Jika beruntung, sehari bisa mendapat ikan cakalang sebanyak 2 - 3 kg. Satu kilogram ikan cakalang akan laku dijual seharga 20ribu. Artinya, Beliau bisa mendapat sekitar 40ribu -- 60ribu. Kadang nasib berbicara lain. Tak seekor ikan pun tertangkap. Namun, Pak Suwarji tak pernah putus asa. Menjaring dan menjala di tengah teriknya matahari atau di gelap dan dinginnya malam dengan badai dan gelombang yang terus menghantam.

8-5ae814f816835f4e3c75ba53.jpg
8-5ae814f816835f4e3c75ba53.jpg
9-5ae814a0cf01b44f502e90b2.jpg
9-5ae814a0cf01b44f502e90b2.jpg
Pak Suwarji, hanyalah gambaran kehidupan nelayan yang tangguh di sepanjang pantai di bumi Nusantara ini.

10-5ae8159b5e13733ef76cdf92.jpg
10-5ae8159b5e13733ef76cdf92.jpg
11-5ae815a85e13733ff1760b52.jpg
11-5ae815a85e13733ff1760b52.jpg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun