Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Makna Pantun pada Masyarakat Jawa

7 April 2017   07:47 Diperbarui: 7 April 2017   16:30 3503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada masyarakat Jawa, dikenal budaya pekewuh, yakni perasaan enggan untuk menyampaikan sebuah pesan dan kritikan secara terus terang dan terbuka. Perasaan ini muncul karena menyadari bahwa mereka masih mempunyai kekurangan dalam tindakan positif sehingga merasa kurang pantas untuk mengkritik orang lain yang bisa membuat orang lain kecewa dan mungkin malah sakit hati. Apalagi kritikan kepada orang yang disayangi dan dihormati, seperti: sahabat, pemimpin, tokoh masyarakat, dan mungkin juga terhadap keluarganya.

Untuk itu dalam menyampaikan pesan dan kritikan, biasanya tidak secara langsung tetapi lewat sebuah pantun atau parikan dalam budaya Jawa yang diungkapkan secara verbal maupun dalam sebuah tetembangan atau nyanyian. Ini dirasa cukup santun dan mengena tanpa mengurangi rasa hormat dan sayang kepada yang dikritik. Dalam budaya Jawa, disebut nyemoni atau menyindir secara halus. Dan, juga lebih bagus daripada ‘ngrasani’ yang artinya membicarakan keburukan, kekurangan, dan kesalahan orang lain ketika yang dimaksud tidak ada di dekatnya, sehingga pribadi yang dibicarakan tidak bisa mengubah sikap malah bisa membuat kecewa saat menyadari jadi bahan pembicaraan.

Pada awal tahun 70an hingga awal 80an, beberapa grup band, seperti Koes Plus, The Favorite, No Koes, dan penyanyi tunggal, serta pencipta lagu menggubah dan menyanyikan lagu pop daerah (Jawa) dan langgam yang menyampaikan pesan positif kepada masyarakat yang syairnya berpantun jenaka. Misalnya dalam lagu-lagu di bawah ini.

Konthal kanthil

Pak Demang klambi abang yen disuduk manthuk-manthuk

Sing jujur lan temenan wong lestari kang kepethuk

Pak Kromo dodol soto yen ra payu gela gelo

Sing elek lan sing bodho kabeh padha duwe jodho

Kebo Ijo Singosari

Ja maido nggegirisi

Pak Bejo menek klapa nek tiba dadi Janaka

Sing awas lan waspada aja nganti dha sembrana

Pak Kerto numpak kreto lewat kreteg Kertosono

Kabeh saeka praya padha rukun raharjo

Kebo Ijo Singosari

Ja maido nggegirisi

Thil konthal kanthil kanthul kanthil konthal kanthul kanthul

Thil konthal kanthil kanthul kanthul konthal kanthil kanthil

Kanthile kanthil konthal kanthul kanthul konthal konthal konthil

Thil konthal kanthil kanthul kanthul konthal kanthil kanthil

0 0 0 0

Kolang kaling

Pagupon omahe dara

wetan kulon ana segara

Nyambut gawe aja sembrana

mengko mundhak uripe sara

          Lang kaling kanca diirisi

          Lang kaling kanca diicipi

Yen eling kanca, bakal mukti

Rokok kretek taline lawe

Omah gubuk dilabur putih

Wong uripe aja seneng ngece

Gotong royong iku mesthine

Selain untuk menyampaikan kritikan, juga sebagai ungkapan perasaan. Misalnya saat bertemu dengan teman, sahabat, atau orang yang dicintai biasanya akan menyapa dengan sebuah pantun seperti ini:

          Kembang kecipir mrambat ning kawat

          Sanajan ora mampir pokoke lewat

Bisa juga diplesetkan seperti ini:

          Kembang kecipir mrambat ning kawat

          Yen ora gelem mampir ya dak sawat

Atau saat harus berpisah diperjalanan dengan berpantun:

          Kembang kelor dudu kembang sentul         ( Bunga kelor bukan Bungan sentul )

          Aku ngalor rika ngidul  ( aku ke utara kamu ke selatan  )

Pantun sebagai ungkapan rasa cinta, bisa dibaca dari sebagian syair lagu Kembang Glepang gubahan Ki Narto Sabdo yang tertulis di bawah ini. Lagu tradisional Jawa yang bernuansa Banyumasan ini cukup terkenal pada awal tahun 70an.

Pitik walik jambul ireng

Lirak lirik wong inyong seneng

Pitik walik jambul abang

Lirak lirik jebul mung nyawang

Pitik walik jambul wulung

Lirak lirik wong inyong tepung

            Kucing gering mlumpati piring

Ngesir kowe arang-arang nyandhing

Kucing gering mlumpati penyu

Ngesir kowe arang-arang ketemu

Bisa nggambang ora bisa nyuling

Bisa nyawang ora bisa nyanding


Jaman telah berubah. Pantun jarang diungkapkan.  Kritikan dan sindiran bukan hanya melalui sebuah ungkapan verbal tetapi juga lewat perbuatan yang sudah diketahui arahnya untuk menunjuk pada kesalahan seseorang. Ini juga terjadi pada pucuk pimpinan dan para tokoh maupun politikus. Tentu saja tanpa ada kesiapan mental bisa mengarah pada perselisihan dan membuat perpecahan yang tak diharapkan.

Jangan sampai ada yang berpantun seperti ini:

            Jangan bung arep disantap Yuwono ( Nasi jagung akan dimakan Yuwono)

            Yen wis kadhung arep diapakno ( Bila sudah terlanjur mau diapakan )

Mari berpantun, seperti lagunya The Favorite di atas.

            Rokok kretek taline lawe        ( Rokok kretek diikat benang )

           Omah gubuk dilabur putih      ( Ada gubuk dicat putih )

            Wong uripe aja seneng ngece( Jadi orang jangan suka mengejek )

           Gotong royong iku mesthine( Gotong royong itu semestinya )

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun