Mbah Gimun, seorang lelaki setengah tua, malah sudah mendekati tua karena rambut dan kumisnya pun sudah banyak yang putih memanggil cucunya untuk diajak berdialog dengan lelembut di dalam kamarnya yang penuh dengan pernak-pernik kuno.
Dialog ini dilakukan karena ia mendapat wangsit setelah nggrandong ( melek di kuburan semalam ) di sebuah kuburan di sebuah pojok desa di bawah Gunung Semeru. Bisikan lelembut di kuburan mengatakan agar pembicaraan dilakukan bersama anak yang belum disunat di dalam kamar supaya tidak terganggu dingin dan sepinya malam. Sang lelembut pun, mengatakan bahwa ia akan masuk ke dalam salah satu topeng yang ada di kamarnya.
Sang cucu sebenarnya takut. Tapi berhubung bapak ibunya sedang ke kota, tak ada pilihan ia harus tidur dengan kakeknya di dalam kamar yang gelap dan cukup seram.
“Hlo…Mbah, bapak kan sudah kaya, hla wong punya mobil!”
“Hus! Itu mobil juragannya. Bapakmu cuma sopir pengantar elpiji dan air mineral.”
“Aku takut Mbah…dia melototi aku terus,” rayu cucunya yang ketakutan.
“Sudahlah, gak usah takut. Tutup matamu dan dengarkan apa katanya ya….” ganti simbahnya merayu. Lalu Si Simbah pun memegang pundak cucunya sambil membaca mantra.
Emmm …..memm…memmm….hemmm….hemmm….
“Ssstt…bilang kuenya belum beli dan toaknya dihabiskan Bapakmu.”
Si Cucu cuma mengangguk saja, lalu kembali menghadap tembok yang ada topengnya. Walau pun matanya dipejamkan toh ia tak bisa tenang selain hanya pura-pura. Sang Kakek pun melanjutkan membaca mantra.
Emmm …..memm…memmm….hemmm….hemmm….mememememeeemmmm….
Beberapa saat kemudian
“Mbah….”
“Ssshhhh….apa katanya?” Sang Kakek bertanya dengan lembut.
“Kalau mau pesugihan kan minta saja pada Nyi Roro Kidul. Mumpung kemarin Nyi Roro Kidul diajak jalan-jalan sama Ibu-ibu PKK.”
“Halaaaa….itu bukan Nyi Roro Kidul. Itu Bulikmu ikut karnaval!”
“Tapi kok bisa kaya, padahal gak kerja?” desak cucunya.
“Bulikmu itu simpanannya Mas…..eh banyak emas simpanannya!” kata Sang Kakek agak tergelincir.
“Uang dan emas ya Mbah….?”
“Iyaaa…uang dari Mas …..eh iyaa….uang dan emas.”
“Minta uang Bulik Narti saja Mbah. Gak usah minta topeng itu…” kata Si Cucu yang masih kelas satu esde sambil menunjuk topeng Panji yang terus melotot.
“Ayolah…..kamu mau kaya atau tidak sih? Hadap tembok sana. Dengarkan bisikannya….”
“Ssssshhhh…..apa katanya?”
“ Mbah……Katanya Mbah Katemin guru ngajiku sebenarnya Simbah dan Bapak bisa kaya kalau tobat. Cuma kadang kumat….”
“Haaaaa….ya sudah….ya sudah…tidur sana….” kata Sang Kakek sambil menggandeng Si Cucu ke amben beralas tikar untuk tidur.
Mereka pun tertidur pulas.
0 0 0 0
Sang Kakek yang sedang merawat pring pethuk yang diyakini banyak orang pinggiran akan membawa berkah terutama kekayaan cuma tersenyum saja ketika di mobil anaknya tertulis: “TOBAT COY….KADANG KUMAT”
Yaaa….mudah-mudahan anakku segera sadar dan bertobat. Dan tidak kumat, seperti aku telat tobat. Gumamnya dalam hati……
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI