Sejenak kemudian ia menawar:
“Kalau hanya kucicipi sedikit saja, bagaimana Mbah?”
“Kau berniat menghabisi orang yang kau anggap merusak usahamu dan minta bantuanku. Simbah membantumu menenangkan diri dengan dendam kesumatmu yang kuat tapi kau takut minum air kembang borek ini…”
Rupanya ia terbakar dengan ucapanku, lalu diambil dan secepat kilat segelas air putih kembang borek dihabiskannya.
“Jangan dimuntahkan!” seruku saat dia seperti tampak mual.
“Kalau kau muntahkan saat pulang dari sini pun semua tak ada hasilnya.”
“Yaa…Mbah,” jawabnya dengan sedikit wajah muram.
“Senin Paing jam tujuh malam kamu datang ke sini lagi dengan membawa kemenyan dan benda tajam dari logam yang mudah berkarat yang dapat membunuh orang yang kau kehendaki,” pintaku padanya.
Badannya tampak mulai bergetar. Entah takut, entah merasa sedikit senang karena niatnya sedikit terlaksana.
Hujan rintik seharian, ternyata tak menyurutkan niat anak muda ini datang ke gubukku. Kilatan dan suara guntur bersautan di awal malam seakan mengiringi kedatangannya. Sebungkus rokok klobot dan sebungkus kopi sebagai oleh-oleh dikeluarkan dari tas ranselnya.