Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Suket Ijen, Suatu Wilayah Kawah Kuno di Kaldera Bromo

1 Januari 2016   07:07 Diperbarui: 1 Januari 2016   10:49 788
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Jutaan metrik ton pasir dan debu menimbun kawasan tersebut, Suket Ijen tetap bertahan."]

[/caption]Di rumah saya mencari referensi di Wikipedia dan buku tentang letusan maha dahsyat plateu Bromo Semeru pada masa lalu yang membentuk kaldera Bromo. Sedikit tersingkap kawasan lautan pasir dan kaldera adalah kawah kuno yang kini telah mati. Bekas kawah-kawah kuno itu kini menyisakan menjadi lobang-lobang kecil dengan diameter antara 15 – 100cm di sekitar kaldera. Di mana saat musim hujan menjadi saluran air hujan masuk ke dalam perut bumi dan menjadi lahan untuk tumbuhnya onggokan rerumputan. Akar dan batang rumput inilah yang menahan pasir yang hanyut terbawa air hujan. Namun pasa saat kemarau, onggokan rumput jadi kering dan pasir terurai sehingga jika terbebani akan ambles. Termasuk saat saya berdiri di dekatnya.
Setelah berkali-kali ke sana sendirian, tahun 2008 dan 2010 saya kembali ‘meneliti’ kembali dengan mengajak seorang ahli geolog, seorang dosen pertambangan PTN di Malang dan mengatakan memang benar itu adalah salah satu kepundan di antara puluhan kawah kuno. Jadi bukan pasir hisap seperti yang kuduga semula.

Januari 2011, saat menghantar masker lalu terjebak di lumpur lautan pasir di tengah letusan Gunung Bromo, kami sekeluarga mencari daerah tersebut apakah masih ada. Sambil menunggu bantuan selama 30 menit kami berhasil menemukannya walau keadaannya sedikit berubah karena tertutup batu dan pasir. Namun, onggokan rumputnya masih ada.

Walau gemuruh dan semburan debu vulkanik Bromo awal 2011 demikian menggelora tetap kami selamat. Kami berdoa mengucap syukur dan untuk mengenang daerah tersebut kami menyebut daerah tersebut dengan sebutan ‘Suket Ijen’ artinya rumput yang tumbuh sendirian.

[caption caption="Akhir November 2015, Suket Ijen tak sendirian lagi. Sudah punya teman seonggok rumput sejenis. Mungkin anaknya atau pasangannya."]

[/caption]Beberapa warga yang sering melintasi untuk mencari rumput atau keperluan lainnya, kami ajak menyebut juga Suket Ijen. Hingga saat ini, rerumputan itu masih ada dan mudah ditemui jika ada kemauan. Asal jangan saat ini, Januari 2011 karena Sang Brama lagi sakit batuk dan ingin muntah. Kapan-kapan saja mengunjungi Suket Ijen bersama kami.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun