Namanya singkat dan sederhana: Sutumo. Nama khas orang Jawa yang masih banyak digunakan masyarakat pedesaan namun mempunyai arti yang cukup dalam yakni ‘keutamaan yang baik’ atau ‘mengutamakan kebaikan’ Sesuai dengan arti kata su yang berarti baik dan utomo yang berarti keutamaan.
Tinggal di Desa Ngadisari tak jauh dari lautan pasir Gunung Bromo. Hanya sekitar 20 menit menuju kawah Gunung Bromo dengan jalan kaki atau sekitar 7 menit dengan sepeda motor atau kuda. Beliau adalah seorang petani tradisional dengan lahannya yang tak begitu luas dan berada di sekitar rumahnya. Namun demikian cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari karena memang subur sekali. Dalam setahun, lahannya bisa menghasilkan tiga kali panenan sayur terutama sawi hijau, brambang prey, dan kentang yang memang menjadi komoditas utama di wilayah tersebut. Bila hasil panenan melimpah biasanya dijual kepada pedagang pengepul untuk dijual memenuhi kebutuhan di Pasuruan, Probolinggo, atau Malang.
Sikapnya yang sederhana, santun, dan lembut serta terbuka pada siapapun semakin banyak orang yang mengenal dan menghormatinya. Masyarakat Desa Ngadisari mengenal Pak Sutomo bukan hanya sebagai seorang pemangku dan petani, tetapi juga sebagai seorang dukun atau ketua adat di Ngadisari yang mempunyai kewenangan untuk melaksanakan upacara tradisional Suku Tengger, seperti: Karo, Pujan, Kasada, Unan-unan, Entas-entas, dan perkawinan adat Suku Tengger. Penulis sendiri sering meminta bantuan Beliau bila ada kunjungan dari umat Hindu dari Jogja, Magelang, dan Bali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!