Sifat kegotong-royongan di masyarakat kita, terutama masyarakat tradisional di pedukuhan dan pedesaan, masih terasa begitu kental. Baik dalam acara suka maupun duka. Rasa keterikatan batin dalam kekerabatan dan kekeluargaan begitu mengikat satu sama lain dalam kehidupan sebagai keluarga besar.
Salah satu kegiatan gotong-royong yang pernah dan sering dilakukan masyarakat pada masa lalu adalah gotong-royong membangun rumah yang biasa disebut: saya (baca: soyo). Dan pelakunya disebut: sayan. Di beberapa tempat sebutan saya berlaku untuk setiap kegiatan gotong-royong dalam kegiatan membangun.
Keadaan sebelum dibedah
Hingga akhir 80-an, di mana perekonomian kita masih merangkak, banyak ditemui rumah-rumah gedhek dan klenengan sederhana yang dibangun secara gotong-royong. Gotong-royong yang dilakukan sayan hanyalah memberi bantuan tenaga. Bahan atau material disediakan sendiri oleh pemilik rumah.
Jika rumahnya kecil atau milik keluarga miskin biasanya kegiatan saya dilakukan mulai dari bawah, yakni pemasangan umpak dan cagak hingga pemasangan atap dangedhek. Tetapi jika rumahnya besar dan berbentuk klenengan atau tembok, kegiatan saya biasanya hanya dilakukan saat pemasangan kuda-kuda (baca: kudo-kudo) atau kerangka atap dan atap saja.
Selama kegiatan saya, makanan untuk para sayan disediakan oleh pemilik rumah. Tak menutup kemungkinan ada yang tidak disediakan makanan selain jajanan kecil dan minuman karena alasan ekonomi pemilik rumah sehingga pada saat istirahat para sayan kembali ke rumah untuk makan. Lalu saya dilanjutkan setelah istirahat.
Minggu, 12 April 2015 kemarin, sebagian warga Dukuh Putuk Rejo Desa Kemantren Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang melakukan saya untuk membedah rumah kurang layak huni milik seorang janda tunakarya. Dana atau material bedah rumah ini berasal dari Kodam V Brawijaya yang disalurkan melalui Koramil Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang. Warga dan aparat pedukuhan hanya menyediakan tenaga dan sedikit material, seperti paku dan perlengkapan tukang.
Pemilihan rumah yang akan dibedah berdasarkan masukan dari aparat desa dan peninjauan langsung oleh Babinsa setempat. Di wilayah Desa Kemantren ada sekitar 24 rumah yang dibedah, sedang di Dukuh Putuk Rejo (setingkat RW) ada 4 rumah rumah yang telah dibedah.
Gotong-royong dalam bentuk apa pun tentu jangan sampai musnah ditelanjaman yang terus menggerus kehidupan tradisional masyarakat kita.
Semua foto dokumen pribadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H