Kaldera Bromo memang tempat yang indah dan menarik untuk dikunjungi. Wilayah ini terbagi dalam dua bagian, padang rumput yang disebut wilayah Adasan berada di tenggara, selatan, dan barat. Sedangkan lautan pasir berada di wilayah utara dan timur laut Gunung Bromo dan Batok.
Bagi mereka yang senang wisata dan berpetualang di alam bebas, tempat ini menjadi salah satu tujuan yang paling menarik di Indonesia. Bagi warga Suku Tengger dan penganut Hindu ( termasuk dari Bali ) ini merupakan wilayah yang disakralkan.
Di lautan pasir terdapat Pura Poten bagi umat Hindu dan warga setempatmenjelang Upacara Kasada. Sedang di padang rumput wilayah Adasan, terutama di Watu Kutho yaitu sebuah wilayah kawah kuno merupakan tempat memberi sesaji bagi warga setempat sebelum mengadakan upacara adat tradisional.
Jalan menuju kaldera.
Rabu, 8 September 2014 jam setengah lima sore, penulis bersama istri mendapat tugas dari keluarga untuk menaruh sesaji di sana untuk persiapan Upacara Karo yang akan diadakan pada hari ini, Kamis, 9 Sepetember 2014. Jarak dari rumah memang hanya sekitar 6 km saja. Tiga km menyusuri belantara dan ladang penduduk dan tiga km menyusuri padang rumput yang mulai kering. Sekalipun sudah sering kali melintasi, namun kesempatan kali ini sungguh langka karena bertepatan dengan terjadinya gerhana bulan.
Setelah menaruh sesaji dan berdoa, kami berdua menjelajah padang rumput selama lebih kurang satu setengah jam. Kaldera yang dua bulan lalu masih tampak kuning kering, kini tampak merah bagaikan lembah di planet Mars. Bahkan, perbukitan dan tebing-tebing ada yang masih menyisakan warna hitam akibat bencana kebakaran akibat kecerobohan para wisatawan dan warga yang mencari rumput dengan membuang putung rokok seenaknya. Atau membuat api unggun untuk menghangatkan diri di malam hari.
Di gerbang kaldera tempat menaruh sesaji.
Lima tahun yang lalu, padang rumput masih tampak alami dengan jalan setapak menuju Gunung Bromo. Kini mulai tercemar dengan banyaknya sampah wisatawan. Serta bukit-bukit yang dulu begitu alami kini tergambar bekas lintasan mobil dan motor yang melakukan offroad di luar jalur sebenarnya. Inikah akibat perkembangan teknologi otomotif dan kesejahteraan kaum menengah di kota yang membutuhkan tantangan baru?
Bersyukur sekali, pihak Taman Nasional Bromo Tengger Semeru cukup tanggap akan masalah ini dengan memberi peringatan dan larangan untuk tidak keluar jalur. Tinggal kesadaran para pengunjung dan wisatawan untuk tetap menjaga kelestarian alam agar tetap indah selamanya.
[caption id="attachment_328130" align="aligncenter" width="450" caption="Macet dan mogok"]
[caption id="attachment_328132" align="aligncenter" width="450" caption="Landcruisser bantuan keluarga tiba."]
[caption id="attachment_328136" align="aligncenter" width="450" caption="Kamera saku tak mampu merekam gerhana bulan di kaldera."]
Jam setengah enam sore, kami masih berniat menjelajah jauh ke wilayah timur sambil berduaan menanti datangnya gerhana. Mentari senja yang akan segera keperaduannya menyinarkan cahaya jingga yang anggun.Di balik berbukitan, sinarnya menerobos dahan-dahan pinus yang ada di punggung bukit dan menghujam tebing tinggi perbukitan Tengger yang berdiri kokoh di sebelah timur kaldera dan hamparan rumput kering pun bagaikan karpet beludru warna jingga kemerahan. Apalagi saat hembusan angin mengajak rerumputan bergoyang mengajak menari dengan iringan kicauan burung malam yang mencari makan.
Cahaya mentari nan lembut tak menyengat lagi. Justru semilirnya angin dingin dan kering diiringi kepulan debu lautan pasir terasa mengigit tulang. Ingin rasanya tetap berdua di sini sambil menyusuri tepian lembah dengan mengendarai motor hingga menjelang tengah malamseperti saat malam Kasada dua bulan lalu. Di luar dugaan, kampas kopling motor habis. Semua angan menjadi buyardan tak pelak harus minta bantuan untuk segera dijemput dengan landcruisser.
Baca juga:
Kemarau di wilayah Bromo : tulisan keadaan di sana dua bulan yang lalu.
Foto-foto sendiri tanpa edit saturasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H