Mohon tunggu...
Yudi Lesmana
Yudi Lesmana Mohon Tunggu... -

Ora neko-neko

Selanjutnya

Tutup

Politik

SKMA 073 Kebanggaan dan Prihatin

10 Oktober 2015   12:54 Diperbarui: 10 Oktober 2015   12:54 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagaimana informasinya, Ketua PT Bandung tidak melakukan lagi pengecekan kelengkapan persyaratan pasal 2 dan pasal 3 sebagaimana tersebut pada SKMA-073. Karena hal itu diserahkan sepenuhnya kepada kewenangan masing-masing OA sebagai bentuk kemandiriannya ( self governing ).

Tindakan tersebut terkesan telah memberlakukan “amnesti prosedur” atau mengabaikan prosedur yang semestinya ditempuh “by system” sesuai protap (prosedur tetap) agar bisa diantisipasi kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian hari.

Apakah ada hal yang tersirat dibalik itu semua, sehingga terkesan mengejar suatu target tertentu, baik percepatan pelaksanaan sumpah atau terproduknya Advokat baru yang bisa beracara di daerah. Ataukah ada “hiden agenda” dibalik semuanya itu.

Bahkan diperoleh informasi bahwa ratusan ataupun ribuan lembar BAS yang telah diterbitkan oleh PT untuk Advokat Peradi tidak ada arsipnya sama sekali di PT setempat. Nah ini bagaimana pertanggung jawabannya ? Apakah MA-RI sebagai regulator dan pimpinan tertinggi Yudikatif tidak mengawasi hal ini? Bukankah suatu arsip negara itu baru bisa dimusnahkan setelah 30 tahun kedepan, yang berarti selama waktu tenggang tersebut akan bisa dicek keberadaan arsipnya, serta membantu bagi yang BAS aslinya hilang/musnah.

Ancaman Pidana

Konsekuensi mengikuti persyaratan tentu akan membutuhkan waktu dan prosedur khusus. Dan jika prosedurnya dihilangkan akan berpotensi menimbulkan masalah baru. Kalau hanya mentarget diri menyelesaikan suatu masalah tetapi sekaligus berpotensi menimbulkan masalah baru, cara kerja seperti ini tidak masuk kualifikasi professional, dan bahkan cenderung dikatakan sembrono.

Ancaman pidana yang berpotensi muncul adalah :

1.Penggunaan ijazah S1 Hukum bodong oleh oknum advokat yang tidak sempat diperiksa Ketua PT setempat. Begitu juga dengan ijazah atau sertifikat PKPA yang diterbitkan oleh institusi yang tidak memiliki izin dari Kemendiknas R.I. Ancaman pidana tentang penggunaan ijazah bodong ini termuat pada pasal 67-71 UU Sisdiknas No.20 tahun 2003 dengan ancaman penjara 5 tahun dan denda Rp.500 juta bagi pengguna dan 10 tahun penjara dan Rp. 1 Miliar bagi penyelenggara pendidikan tanpa izin.

Sebagai catatan dari penulis, bahwa beberapa tahun terakhir ini mulai terendus adanya transaksi jual beli Kartu Advokat. Dengan indikasi modus, 100 orang yang ikut ujian 130 orang yang dilantik sebagai advokat. Ada KTA yang diberikan secara cuma-cuma kepada mantan pejabat, kolega, dan lain-lain. Mungkin ada juga OA yang tidak punya “data based” para anggotanya.

Selayaknya izin penyelenggaran PKPA dari Kemendiknas R.I ini dicantumkan di ijazah atau sertifikat PKPA.

2.pertanggung jawaban atas dana masyarakat yang dipungut OA untuk keperluan sumpah profesi ini, yang jika ternyata dikemudian hari badan hukum OA tersebut dibatalkan oleh pengadilan. Seperti apa pertanggung-jawabannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun