Mohon tunggu...
Ardy Milik
Ardy Milik Mohon Tunggu... Relawan - akrabi ruang dan waktu

KampungNTT (Komunitas Penulis Kompasiana Kupang-NTT)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Berkunjung ke Rumah Bung Karno

13 Februari 2022   13:59 Diperbarui: 13 Februari 2022   14:05 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri; Tongkat Bung Karno

"Jika bangsa Indonesia ingin Pancasila yang saya usulkan mejadi suatu realitet, yakni jika kita ingin hidup menjadi suatu bangsa, suatu nationaliteit yang penuh dengan peri kemanusiaan, ingin hidup di atas dasar permusyawaratan, ingin hidup sempurna dengan sociale rechtvardigheit, ingin hidup sejahtera dan aman dengan ketuhanan yang luas dan sempurna, janganlah lupa akan syarat untuk menyelenggarakannya, ialah perjuangan, perjuangan dan sekali lagi perjuangan." Pidato Soekarno pada hari lahir Pancasila 1 Juni 1945.

Mengunjungi Rumah Bung

Ruang tamu itu tertata rapi. Beberapa benda peninggalan yang tampak di etalase kaca menggambarkan adanya perawatan cermat dari penjaganya. Rumput di halaman tumbuh menghijau. Bunga kertas tampak terawat. Jalan masuk menuju rumah bersih dari dedaunan. Di sudut rumah, berdiri megah patung Soekarno setinggi 2 meter lebih dengan warna cokelat.

Benda peninggalan Soekarno itu antara lain; naskah pementasan teater yang dibawakan di Ende, surat perjanjian cerai dengan istrinya, tongkat kayu yang menjadi andalan Bung Karno dalam membawakan pidato di mana-mana, sampai dengan tempat tidurnya yang masih terawat hingga kini. Rumah itu terdiri dari satu kamar tidur dan satu ruang tamu. Di halaman belakang terdapat sebuah sumur, halaman yang cukup asri dan kamar untuk asisten rumah tangga dan dapur.

Aura kehormatan terpancar dari rumah bekas tahanan Bung Karno yang terletak di Jalan Perwira, kelurahan Kota Raja, Ende Nusa Tenggara Timur. Soekarno diasingkan ke sini sejak 14 Januari 1934. Ia diasingkan selama 4 tahun di Ende dari tahun 1934-1938. Rumah itu milik Abdulah Ambarawu. Setelah Indonesia merdeka Soekarno mengunjungi Ende pada tahun 1951 dan menjadikan tempat tinggalnya itu sebagai museum.

Rumah itu bukan sekadar rumah tahanan. Ia adalah rumah bangunan ideologi, yang memberikan sejuta pesan kuat tentang adanya sebuah bangsa yang dibangun dari berbagai ideologi hingga menyatu menjadi sebuah bangsa yang berdaulat, adil dan makmur. Bangunan rumah yang sederhana, menekankan bahwa pada massa lalu ada sekian perjuangan yang telah dilewati untuk mencapai perjumpaan  dalam bangunan suatu bangsa.

Menuju Kemerdekaan

Dalam perjuangan menuju kemerdekaan yang dirindukan oleh segenap rakyat, para pendiri bangsa mesti rela untuk dibuang ke berbagai tempat terpencil di Indonesia untuk menjauhkannya dari cita-cita kemerdekaan. Mereka telah berupaya bertaruh nyawa, mengorbankan sebagian besar hidupnya untuk merumuskan kemerdekaan. Tekun belajar, berdiskusi, membangun jejaring serta bertarung gagasan dengan kolonial yang berupaya untuk merubuhkan segala perjuangan menuju kemerdekaan Indonesia.

Perjuangan mencapai suatu bangsa adalah pengorbanan hidup. Ia dibangun dengan darah dan air mata sekian juta anak manusia hingga menciptakan kemerdekaan pada masa kini. Menurut Ernest Renan bangsa tercipta karena kehendak untuk hidup bersama (le desir d'etre esemble). Demi mencapai kemerdekaan yang direbut dengan perjuangan senjata dan diplomasi menuntut tekad sekeras baja. Niat yang tak lekang oleh waktu, sembari terus berusaha mewujudkan adanya keadilan bagi bangsa dan negara, di tengah gempuran kolonial yang akan datang memangsa kapan saja.

Menggagas berdirinya bangsa Indonesia yang multikultural mensyaratkan keterlibatan dalam situasi riil agar mampu menangkap inti dari keindonesiaan yang nampak dalam tradisi, bahasa dan kebiasaan hidup. Kemampuan untuk mengabstraksikan padangan hidup manusia-manusia Indonesia menjadi suatu bangsa bertolak dari kondisi material yang sama-sama menghendaki suatu kemerdekaan. Perasaan bersama inilah, yang berhasil diwujudkan oleh para pendiri bangsa sehingga kita dapat sampai pada gerbang kemerdekaan.

Membaca Indonesia

Melihat Indonesia adalah upaya melihat bangunan fragmen yang merangkai berbagai macam karakter etnis menjadi suatu bangsa yang dikenal sebagai bangsa Indonesia. Mengenal Indonesia adalah upaya untuk mengalami, sejauh mana pluralitas bukanlah suatu kondisi paradoksal untuk mencapai cita-cita bersama, melainkan suatu elan vital yang menjadi konklusi dari setiap perbedaan. Kondisi ini lahir dari kehendak untuk membentuk kesadaran masyarakat yang merasa bahwa situasi bangsanya sedang dalam perjalanan mempertahankan kemerdekaan dengan menjalankan cita-cita kebangsaan.

Bentuk konkret merayakan kemerdekaan menyata dalam keterlibatan pada situasi sosial ekonomi dan politik. Meresapi ke-Indonesiaan dalam diri masyarakat pinggiran, adalah upaya menjaga kewarasan akan keindonesiaan. Kini, memaknai keindonesiaan bukan sekadar meramaikan kemerdekaan dengan perilaku asosial. Memaknai kemerdekaan dengan mengisinya dalam bentuk perwujudan nilai-nilai kebangsaan, akan menuntun pada arah kemaslahatan bersama yang telah dicita-citakan oleh para pendiri bangsa sejak awal berdirinya bangsa. Tanpa keberanian untuk melihat Indonesia secara komprehensif dari kacamata perbedaan yang kian tegas dewasa ini, kita hanya akan mengkhianati upaya kemerdekaan yang telah diperjuangkan oleh pendiri bangsa.

Kini Indonesia sementara menghidupi gelombang demokratisasi yang cenderung liberal. Kebebasan bersuara dan berpendapat memungkinkan partisipasi masyarakat dalam setiap usaha memajukan bangsa. Partisipasi aktif dari rakyat, menuntut penyelenggara negara untuk memastikan bahwa tujuan ultim bernegara yakni kesejahteraan rakyat, tercantum dan terlaksana dalam setiap kebijakannya.

Meski, kini kondisi ideal ini sementara terus diusahakan bersama, di tengah berbagai persoalan hak asasi manusia yang kian menumpuk, sebagai suatu bangsa kita meski tetap yakin bahwa bangunan keindonesiaan harus tetap dipertahankan. Keyakinan ini adalah bentuk pelanjutan cita-cita kemerdakaan sekaligus bentuk penghargaan atas pengorbanan para pendiri bangsa.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun