Ketiga, para Pekerja Seksual di Lokasi Karang Dempel Tenau menjadi terintimidasi dengan masiffnya pemberitaan yang tidak berpihak pada mereka. Buktinya, sejak awal pewacanaan penutupan lokasi yang dikampanyekan bulan Agustus 2018 lalu, para PS di lokasi menjadi takut dan trauma hingga ada yang melarikan diri dari lokasi, meminta untuk berhenti dengan harapan yang tak pasti. Dari jumlah yang awal 2018 sebanyak 182, hingga kini Desember 2018 jumlahnya berkurang menjadi 154 orang.
Keempat, kekhawatiran akan identitas mereka yang akan terus dibuka berimbas pada stigma buruk yang terus mendalam dan penolakan dari pihak keluarga. Ke mana lagi mereka akan mengadu hidupnya? Sementara negara sebagai penjamin asasi warganya bahkan telah menggusur mereka;
Kelima, jaminan rehabilitasi sosial dan pemberdayaan ekonomi tidak pernah berkelanjutan dan membuat para eks PS dapat berdaya di masyarakat. Apakah pemerintah mampu menafkahi dan menjamin anak dan keluarganya saat mereka dalam proses rehabilitasi dan pemberdayaan? Dengan memberi dana usaha apakah pemerintah dapat menjamin bahwa usahanya berkembang di tengah stigma yang masih kental?
Keenam, penutupan lokasi yang dipaksakan tanpa tinjauan kritis evaluatif, menuai tanggapan kontra dari berbagai pihak. Karena itu, upaya represif dan penyebaran ketakutan yang diprakarsai oleh Walikota dan Wakil Walikota dengan menggunakan aparat POLDA NTT bersenjata lengkap, 3 truk Dalmas dan 1 mini bus adalah bentuk show of power yang menegaskan bahwa Walikota tidak punya tinjauan yang berkelanjutan terkait penanganan para pekerja seks, karena itu wacana penutupan Lokasi Karang Dempel-Tenau dipaksakan dengan menggunakan aparat hukum;
Ketujuh, mari berhenti bicara soal moral dalam kasus ini. Siapakah pemerintah yang korup, banyak salah urus kota dan tanpa prioritas hingga hendak menghakimi sesamanya? Silakan kita buka dan cek data kumulatif periode 1997-September 2018. Kota Kupang adalah Kota/Kabupaten teringgi dari 22 kabupaten di NTT yang jumlah penderita HIV mencapai 979 orang, AIDS 425 orang, yang meninggal akibat menderita HIV-AIDS 67 orang-Total Keseluruhan 1404 Orang;
Kesembilan, penutupan Lokasi yang tanpa tinjauan serius per 1 Januari 2019, membawa ekses buruk bagi pekerja seks di lokasi Karang Dempel dalam segi ekonomi. Siapa yang bertanggungjawab memberi mereka makan dan minum setiap harinya? Bila uang pesangon yang dijanjikan akan diberikan per orang 5, 5 juta belum juga dicairkan. Bahkan, ada yang sudah mencari penghidupan lain sebagai dampak pengusiran secara halus tersebut.
Penutup
Pemerintah wajib mendampingi dan memberdayakan warga lokasi Karang Dempel sebagai wujud tanggungjawab negara terhadap warganya. Dengan menutup lokasi pemerintah Kota Kupang wajib menjamin bahwa eks warga lokasi dapat hidup dan berdaya dalam lingkungan sosial tempat mereka akan hidup.
Maka, proses pemberdayaaan warga di lokasi dimulai dari rehabilitasi sosial dan kesehatan, pelatihan pengembangan kapasitas hingga reintegrasi sosial adalah proses yang harus dijalankan dengan serius dan berkelanjutan. Pemerintah Kota Kupang tidak bisa menyelesaikan masalah prostitusi dengan menutup tempat yang dianggap mempraktekkan prostitusi. Menjamin kemanusiaan warga negaranya adalah tugasnya bukan memasuki ranah privat moral warganya dengan mengurusi urusan 'ranjang.' Negara tidak punya wewenang dalam urusan 'kawin mengawin' warganya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H