Fenomena politik aktual menunjukan bahwa identitas telah dimaknai sebagai penanda yang menyatukan atau menyeragamkan berbagai entitas dalam satu entitas tertentu demi suatu kepentingan parsial. Identitas menjadi wacana terkemuka dalam mewujudkan kepentingan politis (tujuan).
Sejatinya identitas manusia tidak pernah singular atau tunggal, selalu dan adanya identitas, dalam bentuk yang plural atau majemuk. Seorang Kristen tidak saja kristen tapi bisa juga adalah seorang flores, adalah pemusik, adalah peminat sepakbola dan adalah peminat sastra.
Dengan berbagai entitas identitas yang ada dalam dirinya, membuktikan bahwa setiap orang tidak pernah benar-benar hanya memiliki satu identitas.
Politik identitas merupakan suatu bentuk politisasi yang mengangkat penanda utama dari suatu kelompok, penanda yang diangkat adalah penanda menyeluruh dan sensitif terhadap berbagai gejolak atau sentilan seperti agama dan suku. Penanda utama menjadi basis pemersatu kelompok identitas untuk diperalat demi mencapai tujuan tertentu.
Penanda yang diangkat turut memperhatikan kecendrungan asali manusia: yang umumnya mempunyai hasrat berkuasa atau menduduki atau kehendak untuk menegaskan keberadaannya ketika berhadapan dengan kelompok identitas yang lain.
Dengan mengambil entitas penanda yang rentan terhadap berbagai sentilan, maka suatu kelompok identitas (umumnya kelompok mayoritas), dengan mudah diperalat demi tujuan segelintir kalangan.
Dalam model berbeda namun sama dalam aktualisasi dirinya, kelompok identitas biasanya terbentuk secara serentak sebagai wujud pernyataan akan keberadaan.
Kelompok ini, secara situasional akan muncul karena keserempakan pergerakan, dengan alasan yang mendasarinya adalah menyatakan diri sebagai paling berkuasa atau dominan demi tujuan ekonomi dan politis segelintir kalangan.
Dalam konteks perpolitikan di Indonesia, identitas (agama dan suku) telah menjadi alat perpolitikan paling ampuh dalam petarungan kekuasaan: tujuan menghalalkan cara.
Suara dan dukungan dapat diraup dalam jumlah besar dengan memperalat suku, agama dan ras. Bahkan, dalam perhelatan politik yang penuh intrik, politik identitas melintasi batasan stratifikasi sosial yang mempersatukan masa atau 'sekumpulan gerombolan tanpa nalar' dari semua golongan dan kelas dengan tujuan menggoyahkan kekuasaan yang legitim atau pun untuk memperoleh kekuasaan dengan dasar yang legitim.
Fenomena Politisasi Identitas di NTTÂ