Mohon tunggu...
Ardy Firmansyah
Ardy Firmansyah Mohon Tunggu... Freelancer - Mencari candu yang baru | Surat-surat Nihilisme

Lagi belajar nulis di Kompasiana~

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyoal Istilah Parasosial dan Pemujaan Selebriti pada Perilaku Penggemar

12 Oktober 2020   15:01 Diperbarui: 2 Juni 2021   12:30 1725
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa perbedaannya Parasosial dan Pemujaan Selebriti? Ini istilah yang sama atau berbeda? 

Teman-teman mahasiswa pasti merasa kebingungan ketika mencari variabel yang akan diteliti dalam mengerjakan sebuah tugas, terutama topik yang ingin diangkat berkaitan dengan perilaku penggemar. 

Apalagi isu penggemar dan media mungkin yang paling dekat dengan kita, dan merupakan fenomena yang bisa saja memiliki permasalahan tersendiri. 

Pada umumnya ketika mencari hal-hal yang berkaitan dengan penggemar tak jarang kita melihat istilah seperti pengidolaan (idolization), fanatisme (fanaticism), parasosial (parasocial), dan pemujaan selebriti (celebrity worship). 

Istilah ataupun konsep parasosial (parasocial) dan pemujaan selebriti (celebrity worship) banyak ditemukan pada penelitian yang berkaitan dengan perilaku penggemar. 

Beberapa diantara mereka pasti pernah dibuat bingung oleh kedua istilah ini. Karena ada beberapa peneliti yang menggunakan skala yang sama dalam pengukuran kedua konsep ini. 

Skala tersebut adalah Celebrity Attitude Scale yang mungkin pertama kali digagas oleh John Maltby dan Lynn McCutcheon. 

Ada juga peneliti yang mengangkat perilaku parasosial, hubungan parasosial, interaksi parasosial, dan juga pemujaan selebriti yang menggunakan skala tersebut. 

Sehingga tak jarang kedua istilah ini di satu sisi dianggap tidak sama tapi di sisi lain seperti hal yang sama saja. 

Fokus dalam tulisan ini adalah meninjau istilah atau konsep parasosial dan kaitannya dengan pemujaan selebriti. 

Saya bukanlah pakar, ahli atau peneliti, tulisan saya adalah bentuk keresahan pribadi. Referensi yang saya gunakan mungkin bisa sesuai atau bisa juga melenceng. 

Tulisan ini hanya asumsi belaka dan tidak bermaksud untuk menyalahkan beberapa pihak. 

Baca juga: Pengaruh Hubungan Parasosial Mengenai Influencer Marketing yang sedang Meningkat di Indonesia

Penjabaran dan Problematika pada Istilah Parasosial

Istilah parasosial (parasocial) pertama kali dikemukakan oleh Donald Horton dan R. Richard Wohl, dalam publikasinya yang berjudul 'Mass Communication and Para-social Interaction' pada tahun 1956. 

Publikasi itu mencoba mencari tahu interaksi individu ketika sedang mengkonsumsi media seperti menonton televisi dan mendengar radio. Seperti apa interaksi dan hubungan ketika audiens menikmati penampilan atau acara dari figur media. 

Dalam pengertiannya interaksi parasosial (parasocial interaction) akan menciptakan suatu ilusi tatap muka antara audiens dengan figur media (seperti selebriti, atlet, tokoh politik, tokoh film, karakter animasi, dsb) . 

Dimana akan tercipta hubungan dan interaksi antara audiens dan juga figur media, layaknya hubungan interpersonal pada umumnya. Tetapi figur media tersebut tidak mengetahui interaksi persis seperti apa yang dilakukan oleh audiens yang menonton ataupun memperhatikannya. 

Sehingga hal ini bisa  disebut dengan 'one sided relationship' atau hubungan satu arah. Audiens mengenal figur media, namun figur media tidak mengetahui dan mengenal audiens. 

Contoh konkretnya mungkin seperti saat kita tertawa melihat acara komedi dari pelawak di Youtube ataupun televisi. Kita yang menonton meresponnya dengan tertawa ketika menontonnya lewat layar smartphone, tetapi sang pelawak tidak tahu persis apa yang sedang kita lakukan ketika menonton . 

Namun meskipun tak berbalas, audiens merasa terhubung dan terkoneksi dengan penampilan para figur media. Misal seperti para penggemar K-pop yang teriak histeris ketika menonton grup idola yang menari di musik video. 

Menangis ketika menonton drama Korea, Sebel ketika menonton sinetron, Geram melihat berita politik. Itu semua adalah kumpulan pengalaman parasosial, pengalaman ketika kita mengkonsumsi media, sehingga kita bisa merasa terikat dan melakukan interaksi, meski hanya satu arah dan tak berbalas. 

Parasosial berfokus pada intensitas mengonsumsi media dari audiens terhadap figur media (sosok) maupun persona media (apa yang ditampilkan di media, apa yang kamu rasa dan pikirkan dari yang kamu lihat), yang akan memunculkan keterikatan (attachment), interaksi (interaction), pengalaman (exprience), bahkan hubungan (relationship). 

Makanya tak jarang banyak istilah-istilah parasosial yang muncul, karena begitu luasnya konsep ini. Seperti interaksi parasosial (parasocial interaction), hubungan parasosial (parasocial relationship), keterikatan parasosial (parasocial attachment), pengalaman parasosial (parasocial experience) dan masih banyak lagi. 

Namun di Indonesia, interaksi parasosial dan hubungan parasosial cukup sering digunakan dalam penelitian yang berkaitan dengan media dan penggemar. 

Tetapi jika melihat adanya yang hal yang rancu dalam menjelaskan konsep tersebut di Indonesia, dalam beberapa penelitian, interaksi parasosial dan hubungan parasosial malah jadi bersinggungan dan terkesan sama. 

Contohnya peneliti terkadang terjebak pada definisi interaksi parasosial yang mengaitkan hubungan interpersonal khayalan antara audiens dan figur media, sedang dalam definisi hubungan parasosial menyelipkan kata interaksi pada penjelasannya. 

Sehingga hal ini membuat bingung dan beberapa jurnal atau peneliti yang saya lihat di Indonesia mengubahnya menjadi parasosial atau perilaku parasosial. 

Karena dalam interaksi parasosial audiens merasa bisa menjadi jalan untuk terhubung dengan figur media. Di sisi lain dalam hubungan parasosial, kita bisa tetap melakukan interaksi. Sehingga lebih baik digabungkan saja. 

Namun ada juga yang lebih memilih konsep atau istilah hubungan parasosial, karena hubungan parasosial bisa menjelaskan gambaran interaksi apa saja yang diberikan audiens atau penggemar kepada figur media idolanya serta tingkat keterikatan antara penggemar dan figur media. 

Baca juga: Stereotyping Wanita Penggemar K-Pop di Platform Instagram

Sedangkan interaksi parasosial dirasa kurang lengkap, karena audiens yang berinteraksi dengan figur media belum tentu memiliki suatu hubungan. Contohnya orang tertawa melihat tingkah laku lucu dan menggemaskan dari figur media, bukan berarti ia adalah seorang penggemar dan memiliki hubungan dengan figur media tersebut, tapi karena momen (persona media) yang dilihat saat itu memang membuat ia tertawa. 

Disinilah letak kemungkinan mengapa beberapa peneliti merasa hubungan parasosial dirasa cukup lengkap untuk menggambarkan perilaku penggemar. 

Hubungan parasosial para penggemar akan tetap ada dan masih bisa berkembang meski tanpa menonton figur media idolanya. Sedangkan interaksi parasosial penggemar hanya muncul ketika sedang menonton atau mengkonsumsi media. 

Meski ada juga peneliti yang mengganti hubungan parasosial menjadi perilaku parasosial, karena dirasa perilaku parasosial adalah kata yang tepat untuk mewakilkan dan bisa menggabungkan konsep interaksi parasosial dan hubungan parasosial yang dirasa tumpang tindih. 

Mengapa Parasosial dan Pemujaan Selebriti Bisa Menggunakan Skala yang Sama? 

Skala Celebrity Attitude Scale menjadi skala yang sering digunakan untuk melihat level hubungan dan interaksi antara audiens dan figur media. 

Alat ukur ini muncul dan digagas oleh  Lynn McCutcheon dkk pada tahun 2000-an untuk melihat sikap individu terhadap selebriti yang kemudian dikembangkan menjadi alat ukur pemujaan selebriti (celebrity worship) 

Ada beberapa peneliti yang menggunakan alat ukur atau skala ini pada konsep hubungan parasosial, untuk melihat perilaku penggemar atau kelompok penggemar tertentu. 

Celebrity Attitude Scale mempunyai tiga tingkatan

Pertama, Entertaiment Social Value (hanya digunakan sebagai hiburan dan topik pembicaraan).

Kedua, Intense Personal Feeling (Perasaan kompulsif dan motivasi untuk selalu mencari informasi berkaitan dengan selebriti idola).

Dan ketiga adalah Mild-Pathology (Kecenderungan yang tidak terkontrol terutama dalam kesediaannya untuk mengambil sikap dan irasional).

Skala ini memang populer karena konsep pemujaan selebriti (celebrity worship), tapi pada penelitian Lynn McCutcheon pada tahun 2002 yang berjudul 'Are parasocial relationship styles reflected in love styles?' ia menggunakan skala Celebrity Attitude Scale pada konsep hubungan parasosial (parasocial relationship) 

Namun dikutip pada studi komparatif
'A clinical interpretation of attitudes and behaviors associated with celebrity worship' pada tahun 2003 oleh John Maltby, James Houran, dan Lynn McCutcheon. Disitu dinyatakan bahwa

"The phenomenon of celebrity worship is currently conceptualized as an abnormal
type of parasocial relationship.."

Artinya konsep pemujaan selebriti adalah bentuk abnormal dari hubungan parasosial. Ini yang semakin membingungkan. 

Lalu apa bentuk hubungan parasosial yang normal? Dan mengapa pemujaan selebriti berupa tingkatan dari rendah ke tinggi, jika itu merupakan bentuk abnormal? Padahal level rendah dan sedang terlihat normal-normal saja? 

Selain itu jika pemujaan selebriti adalah bentuk abnormal dari hubungan parasosial, mengapa konsep hubungan parasosial menggunakan alat ukur atau skala yang sama dengan pemujaan selebriti oleh Lynn McCutcheon? 

Sebelum itu, definisi dari hubungan parasosial dan pemujaan selebriti memiliki satu hal yang sama yakni 'one sided relationship'. Hubungan parasosial dengan figur media sedangkan pemujaan selebriti hanya mengganti figur media dengan selebriti dan menambahkan motivasi atau obsesi berlebihan terhadap selebriti. 

Banyak penelitian terkait pemujaan selebriti menggunakan skala ini dan dikorelasikan dengan masalah emosi, sosial dan harga diri. Seperti isolasi diri, neurotik, psikotik, depresi dan citra tubuh. Beberapa penelitian terkait menunjukkan korelasi yang positif. Penelitian korelasi belum tentu menjadi sebab-akibat, sehingga hasil penelitian kemungkinan hanya digunakan sebagai prediktor dan melihat kecenderungan pada gejala mental tertentu. 

Pertanyaan kenapa kedua konsep yakni hubungan parasosial dan pemujaan selebriti menggunakan alat ukur yang sama masih dipertanyakan. 

*** 

Pada dasarnya parasosial berfokus pada individu yang mengkonsumsi media, dan bisa diterapkan tidak hanya pada penggemar musik, dan budaya pop, tapi polarisasi politik. Apa dampak dari mengkonsumsi media itu? 

Mendapatkan informasi yang dijadikan bahan pembicaraan, menyalurkan emosi, mengisi kekosongan hati, hiburan di kala beratnya rutinitas pekerjaan. 

Baca juga: Obsesi Penggemar yang Bikin Idolanya Ambyar

Perilaku parasosial yang intens ini yang menurut saya bisa mengantarkan kepada pemujaan selebriti. Individu bakal suka dan memperhatikan selebriti idolanya darimana kalau bukan dari media, terutama media sosial? 

Meski konsep pemujaan selebriti ini masih belum sempurna, tetapi hasil penelitian konsep pemujaan selebriti ini dengan gangguan kesehatan mental, memberikan beberapa sumbangsih terhadap gambaran perilaku penggemar dan dampak yang dialami, meski tidak sepenuhnya akurat. 

Ciri-ciri dari para pemuja selebriti (celebrity worshipers) dan para penggemar (fans) ini juga menarik, ditambah dengan pernyataan diatas bahwa aktivitas pemujaan selebriti sebagai bentuk hubungan parasosial yang abnormal. 

Artinya ketika kita coba menyamakan para pemuja selebriti dengan penggemar, aktivitas menggemari dalam hal apapun bisa saja dinilai tidak normal dan aneh, sama halnya dengan aktivitas memuja yang dianggap abnormal bukan? 

Masalah yang rumit berkaitan dengan istilah ataupun konsep, asal-asul, pengertian dan semacamnya dari parasosial dan pemujaan selebriti ini membuat saya teringat dengan kata-kata Martin Heidegger terkait bahasa sangking membingungkannya, 

"Manusia bertindak seolah dirinya adalah pembentuk dan penguasa bahasa. Padahal sebaliknya: bahasa menguasai manusia."

Quote nya sesuai? Kalau gak, ya gapapa. 

Menurut saya penjelasan yang sudah ditulis memang banyak kurangnya, saya hanya resah terhadap kebingungan ini. Untuk yang mau tahu lengkapnya tentang bagus dan kurangnya pemujaan selebriti (celebrity worship), bisa download tulisannya Samantha K. Brooks disini. 

Sumber : 1 , 2 , 3 , 4 , 5 

Kritik dan Saran Terbuka untuk Tulisan Ini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun