Mohon tunggu...
Ardy Firmansyah
Ardy Firmansyah Mohon Tunggu... Freelancer - Mencari candu yang baru | Surat-surat Nihilisme

Lagi belajar nulis di Kompasiana~

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

"Represi" dalam Kesabaran

13 Januari 2020   03:50 Diperbarui: 13 Januari 2020   07:49 1121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Pribadi, menggunakan aplikasi Canva

Kesabaran sering dinilai sebagai ketenangan dalam menyikapi dan menghadapi suatu situasi. Tetapi yang saya sayangkan, beberapa orang di dunia ini menganggap kesabaran hanya sebagai bentuk penerimaan diri.

Seperti menerima apa adanya hal yang telah terjadi pada kita serta menjadi diri yang pasif tanpa melakukan perubahan untuk memperbaiki diri dan situasi yang menimpa kita.

Apalagi adanya miskonsepsi pada masyarakat yang "naif" dalam menilai orang yang baik adalah orang yang sabar, serta orang yang sabar adalah orang yang tidak boleh memperlihatkan emosi negatifnya.

Dalam hal ini, saya melihat beberapa orang yang dinilai sabar oleh lingkungan di sekitarnya, penilaian tersebut sebenarnya dihasilkan oleh kerangka miskonsepsi masyarakat yang "naif".

Beberapa orang ini hanya menunjukkan persona mereka yang "baik" agar dinilai sebagai orang yang baik dan diterima oleh lingkungannya, dengan konsekuensi memendam emosi negatif yang mereka rasakan.

Dengan kata lain beberapa orang ini dinilai sabar tetapi memendam emosi-emosi negatif mereka rasakan. Jadi pendapat saya terkait penilaian masyarakat terhadap orang yang "sabar" adalah orang yang mungkin mempunyai kebiasaan untuk memendam emosi negatif. 

Dalam psikologi hal ini bisa disebut dengan Represi, yakni menyanggah sesuatu seperti pikiran, perasaan, ataupun pengalaman yang dinilai negatif ataupun menekan menuju alam bawah sadar.

Jika diri individu mempunyai kebiasaan ini serta sudah tidak kuat lagi menekan emosi negatif itu, maka individu itu akan bisa melampiaskan dalam bentuk yang ekstrem.

Saya beri contoh:

Si A sudah dinilai sebagai orang yang "baik" dan "sabar" oleh saudara teman-teman serta tetangga kampung halamannya karena terlihat mempunyai sifat yang penurut, diam serta tenang saat berada dalam suatu masalah.

Si A sebenarnya sangat frustasi dan pusing ketika ada masalah serta kritik dari banyak rekan kerja terkait masalah yang ia hadapi tetapi lebih memilih untuk diam dan memendam perasaannya tersebut.

Si A sangat marah sekali ketika berkumpul dengan teman-teman yang di kampung menyinggung permasalahannya yang dihadapi, tetapi selalu mengatakan "Aku mah santai"

Ketika berada di rumah, si A selalu sensitif dan marah dengan istri dan anaknya, terkadang membanting barang dan berteriak serta berkata kasar.

Dari contoh di atas, Si A terjebak oleh tuntutan dari lingkungan yang diakibatkan konsep "sabar" dan "baik". Sehingga Si A selalu memendam pikiran dan perasaan negatifnya untuk memenuhi persona yang telah dibuat. Hal ini mengakibatkan ia mengeluarkan emosi negatif secara apa adanya ketika berada dirumah, yakni berperilaku agresi.

Jika kita ibaratkan mengeluarkan emosi negatif adalah "Sisi Gelap" yang ada di dalam diri manusia, maka jika ingin menjadi individu yang sehat kita harus berdamai dan menerima sisi gelap itu sebagai bagian dari diri kita.

Ketika Individu bisa mengontrol sisi gelap ini dan mengeluarkan sisi gelap ini dengan baik (tentunya harus dilatih dan mempunyai kemampuan). Hal ini bisa berdampak positif dalam kehidupan individu tersebut.

Dalam psikologi hal ini bisa disebut dengan Sublimasi yakni pemindahan impuls, emosi ataupun pemikiran yang negatif dalam bentuk yang positif.

Sebagai contoh ketika seseorang merasa marah dan frustasi (Agresi), anda bisa mencoba untuk berolahraga seperti jogging, bersepeda, futsal dan aktivitas fisik lainnya. Ataupun bisa mencoba bernyanyi ataupun karaoke.

Sebab menurut saya perasaan marah sulit sekali dikendalikan dengan hanya meditasi semata. Makanya perlu aktivitas fisik ataupun aktivitas yang membuat anda bisa mengeluarkan suara dengan lantang dan keras*. * opini saja.

Jika anda merasa galau serta sedih dan malu untuk menangis, mungkin coba untuk menulis puisi ataupun menulis diary. Atau anda bisa curhat dengan teman terdekat. Kalau anda tidak punya, anda bisa curhat dengan Tuhan ketika sedang beribadah. 

Tuhan adalah pendengar yang paling baik dan setia dengan anda, dan semua mungkin setuju jika Tuhan tidak akan pernah menginterupsi ketika hambanya sedang curhat tentang permasalahan yang dialami.

Anda mungkin tidak memiliki masalah dengan memendam emosi atau pikiran negatif, karena memang ada pepatah, "Something Better Left Unsaid", tapi ketika anda sudah memiliki kebiasaan ini, maka seharusnya anda memiliki cara untuk mengendalikan dan mengeluarkan energi negatif tersebut dengan baik.

Jangan korbankan kesehatan mental anda hanya untuk bisa diterima oleh orang lain. Berdamailah dengan sisi gelapmu, agar anda bisa menjadi individu yang seutuhnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun