Mohon tunggu...
Ryan Ardiansyah
Ryan Ardiansyah Mohon Tunggu... Penulis - Tak ada kosa kata yang mampu mengambarkan

Barangkali kopi kita kurang diaduk

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Katakanlah dan Puisi Lainnya

7 Desember 2024   23:41 Diperbarui: 7 Desember 2024   23:47 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kamu dan Beserta Sajakmu

Bacakanlah aku dengan sajakmu

dengan halus dan lembut

Bacakanlah aku dengan sajakmu

sambil menatap dua mata

Prosakan aku dengan sajakmu

dan membuatku menari di penamu

Ku kan deklamasikan pada bunga, dipermulaan pagi hari

30 Juli 24

Hilang Kembali

Rindu telah melarikan diri dari cinta

pergi diambang batas dua insan

Antara ruang dan batas

obrolan tak lagi selembut taplak meja

Arloji terus berjalan

dari ujung detik ke menit

Luka-luka yang ada, berziarah

pada hati yang telah mati

Angin timur telah membawa kabar

Duka telah mengkremasi suka,

Semoga perjumpaan menghantarkan

segala bentuk kepergiaan

6 September 24

Mendengkur Dipelukmu

Diantara jalan Pejambon Gambir

aku tergelatak dalam kekalahan

gedung yang kokoh mendengak pada langit

jutaan bebek berjalan disekitar tugu tani

menghabiskan waktu pada berhala modern

Sepanjang pagi dini hari

antrian kereta pada jalan Pramuka

menghantarkan tidur penumpang di trotoar

Tapi aku ingin mendengkur dipelukmu

sambil menyelimutiku dengan sajakmu

11 Sep 24

Katakanlah

sekarang makin jelas

ada banyak jarak yang terlihat

puluhan ukuran telah menghitung mundur langkahku kepadamu

Di pelataran rumah, halimun berteriak

tanda peringatan untuk diriku

masihkah kau akan mendengar suara lirihku

ceritakan tentang sesuatu

aku ingin sekali mendengar kabarmu

Katakanlah!!!

Kerudung kuning yang robek

hanya sebagian yang tertolong

ku gulung sebagai perban

apakah kau akan menemui ku?

Katakanlah cecintaku

Suara keheningan air

telah membawaku pada halaman sejarah

menghatar akhir pada airmata

apakah kau, terusik?

katakanlah !!!

sebilah sendal tinggal sendiri

tak lagi mencari kecocokan

cobalah untuk merenung

bisakah kita berjalan pada jalan takdir

sunyi, dan sunyi

20 September 24

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun