Mohon tunggu...
Ryan Ardiansyah
Ryan Ardiansyah Mohon Tunggu... Penulis - Tak ada kosa kata yang mampu mengambarkan

Barangkali kopi kita kurang diaduk

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Budaya Agraris dalam Antroposentrisme

16 September 2024   06:57 Diperbarui: 16 September 2024   07:00 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Leluhurku kakek nenek ku ayah ibu ku petaniSawah terbentang air melimpah kehidupan sangatlah indahSaat akhirnya mereka bertandang bahwa janji mimpi juga uang
Menyalahkan aku menjadi petani yang tak kaya dan miskin rezeki

Salahkah ku menjadi petani
Bertahan tuk menjadi petani
Meski selebar dahi sepanjang bahuku tanah ini untuk anak cucuku

"Iksan Skuter-Petani"

            Sepotong lirik lagu Iksan Skuter mengingatkan identitas tentang bangsa Indonesia sebagai bangsa agaris. Faktanya itu tidak bisa dibantah, dari Sabang sampai Merauke hasil bumi melimpah ruah, selain di bidang pertambangan. Di tengah-tengah laju industri apakah kesadaran tentang nasionalisme dalam sebutir padi masih terawat di tengah-tengah revolusi industri yang terus berevolusi setiap detiknya. Apakah hal ini memunculkan kesadaran baru bersifat kapitalisme dan konsumerisme yang menyingkiran kesadaran otentik masyarakat Indonesia.

Utopia Negara Agraris Di tengah Konflik Agraria

            Laju industri telah menjalar persawahan di wilayah tanah Indonesia dengan dalih pembangunan. Masyarakat desa mendefiniskan kesejahteran mempunyai makna tersendiri terhadap alam.  Kesejahteraan masyarakat desa berkaitan dengan kondisi lahan yang menjadi penopang penghidupaan Sebagian masyarakat desa. Akan tetapi, secara historis permasalahan pertanian sering kali menuai permasalahan yang sangat kompleks seperti ketersediaan lahan, kebijakan politik, epidemik, industrialisasi bahan pertanian, kelangkaan plasma nutfah lokal, kesejahteraan tenaga kerja dan sebagainya.

            Salah satu yang pertanyaan yang mendasar hari ini, masihkah Indonesia disebut dengan negara agraris ?. Pertanyaan ini didasarkan dengan keresahan melihat alih fungsi lahan-lahan di desa. Contoh kasus terkait lahan yakni pembangunan Bandara di Majalengka atau New Yogya Airport di Kulon Progo, yang melibatkan warga desa dan para aktifis bergerak untuk memperjuangakan hak warga desa.

            Mengutip data artikel Kompas. Id berjudul "Konflik Agraria Meningkat Sepanjang 2022, Kemauan Politik Kunci Penyelesaian" Berdasarkan catatan KPA, 212 konflik agraria terjadi sepanjang 2022 atau meningkat 4 kasus dibandingkan tahun 2021 dengan jumlah 207 konflik. Kasus konflik agraria tertinggi berasal dari sektor perkebunan (99), infrastruktur (32), properti (26), pertambangan (21), kehutanan (20), fasilitas militer (6), pertanian/agrobisnis (4), serta pesisir dan pulau-pulau kecil (4).Sementara dilihat dari wilayahnya, lima provinsi dengan konflik agraria tertinggi adalah Jawa Barat (25), Sumatera Utara (22), Jawa Timur (13), Kalimantan Barat (13), dan Sulawesi Selatan (12). Sumatera Utara juga menjadi wilayah dengan konflik agraria terluas mencapai 215.404 hektar. Meski tidak signifikan dari sisi jumlah, konflik agraria sepanjang 2022 menyebabkan peningkatan drastis dari sisi luasan wilayah terdampak.Luas konflik agraria tahun 2022 yang terjadi di 33 provinsi ini mencapai 1,03 juta hektar dan berdampak terhadap lebih dari 346.000 keluarga.Sementara konflik agraria pada 2021 mencakup luas 500.000 hektar.

Selain itu, KPA juga mencatat sepanjang 2022 telah terjadi 497 kasus kriminalisasi yang dialami pejuang hak atas tanah di berbagai penjuru tanah air. Angka ini bahkan meningkat signifikan dibandingkan tahun 2021 sebanyak 150 kasus dan 120 kasus pada 2020.

Sekretaris Jenderal KPA Dewi Kartika menyampaikan,KPA melihat belum ada perubahan signifikan dan mendasar yang dilakukan pemerintah, baik di pusat maupun daerah, dalam penanganan serta penyelesaian konflik agraria. Respons pemerintah juga lemah dan lambat dalam upaya pencegahan sebelum konflik meluas ke permukaan.

"Dari tiga tahun terakhir pemerintahan periode kedua Presiden Joko Widodo, kami mencatat konflik agraria dari perusahaan pelat merah juga semakin meningkat. Dulu, perkebunan swasta memang yang mendominasi, tetapi pelan-pelan perusahaan pelat merah dengan konflik lama yang tak kunjung tuntas kembali meledak ke permukaan," ujarnya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun