Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Umat Tak Menangisi "Kematian" PPP

20 Juni 2024   09:34 Diperbarui: 20 Juni 2024   09:41 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ambang batas sebesar 4 persen yang ditetapkan DPR bersama Pemerintah, satu persatu telah membawa korban. Di Pemilu Legislatif (Pileg) Tahun 2024 ini, PPP menjadi korban dari kesepakatan yang mereka setujui sendiri. Dengan perolehan suara sebesar 5.878.777 atau 3,873 persen, partai berlambang Kabah itu tidak lolos ke parlemen meski selisih dengan ambang batas sangat tipis. Mulai Periode 2024-2029 hingga entah kapan lagi, MPR/DPR tanpa PPP.

Dalam pileg-pileg sebelumnya dan saat ini, banyak partai yang tidak lolos karena ketentuan ambang batas namun ketika PPP mengalami hal yang sama, banyak orang membincangkan mengapa partai yang terlahir di awal Orde Baru itu gagal merebut hati umat Islam.

Sebagai himpunan partai yang berhaluan agama Islam, PPP menyatakan diri sebagai rumah besar umat Islam. Pada masa kekuasaan Presiden Suharto, kiprah partai ini terbilang sangat aspiratif terhadap berbagai kepentingan umat Islam. Kedekatan antara partai dan umat bisa dikatakan sangat dekat sehingga keberadaannya benar-benar dirasakan.

Sebagai partai yang hidup di masa yang penuh keotoriteran Orde Baru, dinamika kerap terjadi di tubuh PPP. Meski demikian kesolidan pengurus dan kader di berbagai daerah tetap terjaga. Di daerah banyak, kiai kharismatik menjadi komandan dan vote getter untuk partai ini.

Dalam perjalanan waktu, kekuatan PPP mulai terancam saat pemerintahan transisi Presiden BJ Habibie memberikan kebebasan kepada rakyat dan elemen masyarakat mendirikan partai. Dari sinilah elemen-elemen inti penyusun PPP mulai keluar. Unsur-unsur partai yang berfusi pada awal Orde Baru yang membentuk PPP, memilih membuat partai sendiri, seperti NU memilih membentuk PKB.

Walau mulai banyak ditinggal oleh elemen fusi partai namun PPP dalam Pemilu 1999 masih menunjukan kekuatannya. Ia mampu meraih suara sebanyak 12,55 persen dan bila dikonversi menjadi kursi, dirinya mendapat 58 kursi. Ia masuk dalam rangking keempat dari 48 partai yang ikut berkontestasi.

Tidak hanya itu prestasi PPP di tengah semakin menjamurnya partai berhaluan Islam, Dalam periode pemerintahan 1999-2004, Ketua Umum PPP Periode 1998-2007, Hamzah Haz, menjadi Wakil Presiden. Hamzah Haz menjadi Wakil Presiden karena terjadi pergantian kekuasaan dari Presiden Abdurrahman Wahid ke Presiden Megawati. Pria asal Kalimantan Barat itu mendampingi Megawati hingga akhir periode 2004.

Berkat kepemimpinan yang kharismatik dari Hamzah Haz yang mampu meredam berbagai konflik internal partai, keberadaan PPP masih menunjukan kekuatannya dalam Pemilu 2004. Meski raihan suaranya turun menjadi 10,55 persen namun bila dikonversikan ke dalam kursi, jumlah kursi yang diraih tetap bertahan seperti pada Pileg 1999, yakni 58 kursi.

Meski pada Pileg 2009 sudah diterapkan ambang batas sebesar 2,5 persen syarat itu bukan masalah bagi PPP. Ia tetap mampu lolos. Meski lolos namun di pileg tahun itu, kekuatan yang dimiliki mulai mengalami gelaja penurunan bila dibanding Pileg 1999 dan 2004.

Pada Pileg 2014 dan 2019 suara yang diraih relatif stabil dan mampu lolos dari ambang yang terus meningkat. Pada Pileg 2019, suara yang diraih benar-benar drop. Meski lolos ambang batas 4 persen pada Pileg 2019 namun, PPP merupakan partai paling buncit, paling sedikit meraih kursi di parlemen. Suara yang diraih 4,52 persen dan bila dikonversi ke dalam kursi hanya 19 kursi.

Sebagai partai yang bersejarah dan mewarnai perpolitikan di tanah air, mengapa PPP yang pada masa-masa lalu menjadi benteng umat Islam dalam memperjuangkan aspirasinya, mengalami kondisi yang mengenaskan, tidak lolos ambang batas, dan bisa menjadi mati permanen seperti partai-partai pada masa Orde Lama padahal memiliki catatan yang ditorehkan sangat luar biasa.

Di sini ada beberapa analisa penulis yang mencoba menguraikan mengapa PPP tak lolos ke parlemen sehingga kelak bisa tinggal nama saja. Pertama, lahirnya partai baru. Setiap pemilu muncul partai baru. Mereka lahir dengan berbagai kepentingan dan motif. Dari sekian partai baru tersebut, di antara mereka memiliki modal yang kuat (besar). Lihat saja beberapa partai yang saat ini besar dan eksis di parlemen, mereka adalah partai yang dipimpin pengusaha (konglomerat). Modal memang bukan segala-galanya namun dengan modal, peluang untuk memenangi pemilu lebih terbuka.

Hadirnya partai baru otomatis akan mempengaruhi pergerakan pemilih di berbagai tingkatan. Partai baru itu menyodorkan program-program yang lebih nyata dibanding dengan partai lama. Di sinilah hadirnya partai baru bisa menggerus pemilih-pemilih tradisional termasuk di basis-basis PPP.

Kedua, melemahnya politik identitas. Melemahnya politik identitas apalagi di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo pernah mengharamkan politik identitas. Kebijakan yang kerap didengungkan oleh para buzzer itu  mampu mempengaruhi umat Islam dalam memilih partai. Pada masa-masa sebelumnya, PPP kerap mengunggah jargon-jargon Islam untuk menarik masa umat Islam. Hal demikian lama kelamaan mulai ditinggalkan. Partai ini mungkin tidak berpikir panjang, meski ceruk pemilih umat Islam terbatas namun bila digarap secara serius, hal demikian akan tetap mempunyai potensi yang besar.

Di sisi yang lain, partai-partai yang berhaluan nasional, mereka mengundang umat Islam untuk menjadi caleg. Di sinilah kesuksesan mereka, meski mereka berada di partai berhaluan nasional namun mereka tetap menggarap pemilih-pemilih kalangan Islam. Hadirnya caleg yang berlatar NU, Muhammadiyah, HMI, di partai berhaluan nasional inilah yang menjadi bahan pertimbangan umat memilih calegnya. Perubahan sikap yang massif dari umat kepada partai lain, langsung tidak langsung menjadi penyebab turunnya suara PPP.

Ketiga, PPP meninggalkan umat. Meski melemahnya politik identitas namun di sebagaian kalangan umat, identitas merupakan suatu hal yang penting. Beberapa tahun ini, PPP telah meninggalkan umat. Ia tidak peduli dengan berbagai permasalah umat. Banyak contoh partai ini meninggalkan bahkan mengkhianati umat. Lihat saja saat Putaran II Pilkada Jakarta Tahun 2017, PPP mendukung pasangan Ahok-Djarot. Padahal Jakarta yang dulu merupakan salah satu kekuatan pendukung PPP, umat tidak berkenan dengan sosok Ahok. Saat itu ada pertanyaan besar mengapa partai berhaluan Islam kok mendukung pemimpin non-Muslim padahal saat Putaran II ada pasangan Anies-Sandiaga Uno yang bisa dikatakan lebih dekat dengan umat. Dari salah dukung inilah yang bisa jadi membuat basis-basis PPP di Jakarta, seperti di Tanah Abang berpindah ke partai yang lain.

Tak hanya itu, ketika demo berjilid-jilid di Lapangan Monas, Jakarta, atas penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok, PPP entah di mana posisinya. Termasuk masalah Palestina, Rohingya, pembubaran HTI dan FPI, PPP cenderung tak bersikap. Hal demikianlah yang menunjukan bahwa PPP secara terang-terangan meninggalkan umat.

Isu-isu keumatan yang dulu diperjuangkan oleh PPP, saat ini diambil oleh PKS. Langkah PKS sangat tepat sebab hal demikian semakin menggelembungkan suaranya sehingga di Jakarta, PKS karena kerap memperjuangkan suara umat, akhirnya mampu mengambil basis-basis suara PPP seperti di Tanah Abang. Tak hanya itu, PKS bisa menjadi pemenang pileg di Jakarta.

Keempat, konflik internal. Konflik internal di tubuh partai juga menjadi penyebab konsolidasi organisasi di PPP melemah. Saat konflik terjadi, pengurus dan elit partai tidak menyelesaikan masalahnya sendiri namun lebih mencari legitimasi pada kekuasaan. Demi mendapat legitimasi kepengurusan, mereka lebih memilih menjilat pada sang penguasa pemberi legitimasi daripada memikirkan umat. Mendukung Ahok dan meninggalkan umat merupakan daya tukar dari kekuasaan yang telah memberi legitimasi pada pengurus.

Bila PPP meninggalkan umat, umat pun meninggalkan PPP. Jadi, tidak lolosnya PPP ke parlemen, tidak ada umat yang menangisi sebab partai ini lebih suka menuruti kemauan pemerintah daripada memperjuangkan kepentingan umat. *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun