Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Umat Tak Menangisi "Kematian" PPP

20 Juni 2024   09:34 Diperbarui: 20 Juni 2024   09:41 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di sini ada beberapa analisa penulis yang mencoba menguraikan mengapa PPP tak lolos ke parlemen sehingga kelak bisa tinggal nama saja. Pertama, lahirnya partai baru. Setiap pemilu muncul partai baru. Mereka lahir dengan berbagai kepentingan dan motif. Dari sekian partai baru tersebut, di antara mereka memiliki modal yang kuat (besar). Lihat saja beberapa partai yang saat ini besar dan eksis di parlemen, mereka adalah partai yang dipimpin pengusaha (konglomerat). Modal memang bukan segala-galanya namun dengan modal, peluang untuk memenangi pemilu lebih terbuka.

Hadirnya partai baru otomatis akan mempengaruhi pergerakan pemilih di berbagai tingkatan. Partai baru itu menyodorkan program-program yang lebih nyata dibanding dengan partai lama. Di sinilah hadirnya partai baru bisa menggerus pemilih-pemilih tradisional termasuk di basis-basis PPP.

Kedua, melemahnya politik identitas. Melemahnya politik identitas apalagi di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo pernah mengharamkan politik identitas. Kebijakan yang kerap didengungkan oleh para buzzer itu  mampu mempengaruhi umat Islam dalam memilih partai. Pada masa-masa sebelumnya, PPP kerap mengunggah jargon-jargon Islam untuk menarik masa umat Islam. Hal demikian lama kelamaan mulai ditinggalkan. Partai ini mungkin tidak berpikir panjang, meski ceruk pemilih umat Islam terbatas namun bila digarap secara serius, hal demikian akan tetap mempunyai potensi yang besar.

Di sisi yang lain, partai-partai yang berhaluan nasional, mereka mengundang umat Islam untuk menjadi caleg. Di sinilah kesuksesan mereka, meski mereka berada di partai berhaluan nasional namun mereka tetap menggarap pemilih-pemilih kalangan Islam. Hadirnya caleg yang berlatar NU, Muhammadiyah, HMI, di partai berhaluan nasional inilah yang menjadi bahan pertimbangan umat memilih calegnya. Perubahan sikap yang massif dari umat kepada partai lain, langsung tidak langsung menjadi penyebab turunnya suara PPP.

Ketiga, PPP meninggalkan umat. Meski melemahnya politik identitas namun di sebagaian kalangan umat, identitas merupakan suatu hal yang penting. Beberapa tahun ini, PPP telah meninggalkan umat. Ia tidak peduli dengan berbagai permasalah umat. Banyak contoh partai ini meninggalkan bahkan mengkhianati umat. Lihat saja saat Putaran II Pilkada Jakarta Tahun 2017, PPP mendukung pasangan Ahok-Djarot. Padahal Jakarta yang dulu merupakan salah satu kekuatan pendukung PPP, umat tidak berkenan dengan sosok Ahok. Saat itu ada pertanyaan besar mengapa partai berhaluan Islam kok mendukung pemimpin non-Muslim padahal saat Putaran II ada pasangan Anies-Sandiaga Uno yang bisa dikatakan lebih dekat dengan umat. Dari salah dukung inilah yang bisa jadi membuat basis-basis PPP di Jakarta, seperti di Tanah Abang berpindah ke partai yang lain.

Tak hanya itu, ketika demo berjilid-jilid di Lapangan Monas, Jakarta, atas penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok, PPP entah di mana posisinya. Termasuk masalah Palestina, Rohingya, pembubaran HTI dan FPI, PPP cenderung tak bersikap. Hal demikianlah yang menunjukan bahwa PPP secara terang-terangan meninggalkan umat.

Isu-isu keumatan yang dulu diperjuangkan oleh PPP, saat ini diambil oleh PKS. Langkah PKS sangat tepat sebab hal demikian semakin menggelembungkan suaranya sehingga di Jakarta, PKS karena kerap memperjuangkan suara umat, akhirnya mampu mengambil basis-basis suara PPP seperti di Tanah Abang. Tak hanya itu, PKS bisa menjadi pemenang pileg di Jakarta.

Keempat, konflik internal. Konflik internal di tubuh partai juga menjadi penyebab konsolidasi organisasi di PPP melemah. Saat konflik terjadi, pengurus dan elit partai tidak menyelesaikan masalahnya sendiri namun lebih mencari legitimasi pada kekuasaan. Demi mendapat legitimasi kepengurusan, mereka lebih memilih menjilat pada sang penguasa pemberi legitimasi daripada memikirkan umat. Mendukung Ahok dan meninggalkan umat merupakan daya tukar dari kekuasaan yang telah memberi legitimasi pada pengurus.

Bila PPP meninggalkan umat, umat pun meninggalkan PPP. Jadi, tidak lolosnya PPP ke parlemen, tidak ada umat yang menangisi sebab partai ini lebih suka menuruti kemauan pemerintah daripada memperjuangkan kepentingan umat. *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun