Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pemilu Amerika Sukses dalam Bingkai Demokrasi dan Konstitusi

8 November 2020   11:46 Diperbarui: 8 November 2020   11:59 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tidak hanya di sini, tapi juga di Ethiopia, Niger, Sudan, Somalia, dan banyak negara lain yang memperhatikan Pemilu Presiden Amerika Serikat tahun 2020 yang menghadapkan Joe Biden dari Partai Demokrat sebagai penantang dan Donald Trump dari Partai Republik sebagai petahana.

Masyarakat dunia terpancing untuk ikut-ikut berkomentar bahkan membully terhadap jalannya Pemilu Presiden di negerinya Paman Sam tersebut karena negara itu mempunyai pengaruh besar dalam berbagai bidang. 

Bahkan budaya yang ada, cowboy, dijadikan mode oleh masyarakat dunia. Kebijakan yang diambil oleh pemerintah Amerika, langsung atau tidak langsung berdampak kepada kebijakan negara-negara lain.

Terlepas dari masalah ikut-ikutan tentang Pemilu Presiden Amerika Serikat yang dilakukan oleh orang-orang di sini dan orang-orang di belahan dunia lainnya, menunjukan Pemilu Presiden yang akhirnya dimenangi oleh Biden tersebut berlangsung sukses dalam bingkai demokrasi dan konstitusi. 

Bukti kesuksesan tersebut adalah, pertama, kekalahan Trump menunjukan bahwa masyarakat Amerika Serikat adalah masyarakat yang cerdas. Cerdas dalam arti bahwa selama ini Amerika di bawah kepemimpinan Trump kondisi negaranya terlihat gaduh dan tidak menciptakan kenyamanan bagi warganya. 

Hal demikian bisa terjadi karena sikap dan sifat Trump yang terbilang urakan, berkata yang tidak mencerminkan sikap sebagai negarawan, serta lontaran-lontaran yang ada bersifat merendahkan orang lain dan mengadudomba.

Kalau kita lihat kemenangan Trump dalam Pemilu Presiden 2016 penuh dengan kontroversi. Ada yang menduga kemenangan tersebut karena 'dukungan' Rusia sehingga ini menjadi polemik di kalangan pejabat di sana dan masyarakat Amerika sendiri. Akibat dugaan dukungan negara lain itulah yang membuat Hillary Clinton gagal mememangi Pemilu Presiden meski diprediksi menang.

Faktor ketidaknyamanan warga Amerika di bawah Trump, membuat masyarakat Amerika, pemilik sah suara, memilih calon yang lain. Masyarakat Amerika ingin ada perubahan, untuk itu mereka tidak memilih Trump. 

Kalau meminjam istilah politik di sini, masyarakat Amerika bisa jadi memegang sikap politik 'Asal Bukan Trump' sehingga Biden atau calon lainnya dari Demokrat pun akan dipilihnya.

Kedua, meski Trump sebagai Presiden, kepala eksekutif di Amerika namun dalam Pemilu Presiden dirinya tetap patuh dengan aturan yang ada, baik konstitusi, undang-undang, maupun aturan KPU Amerika. 

Sebagai petahana, Trump tidak mengerahkan polisi, tentara, lembaga intelejen, pegawai negeri, dan jaringan-jaringan kementerian dan lembaga yang dibawahnya sebagai tim sukses untuk memenangkan dirinya. 

Trump tahu bahwa menggunakan institusi dan lembaga itu bertentangan dengan konstitusi dan undang-undang sehingga ia tidak mau melakukan hal yang demikian.

Hal demikian berbeda dengan negara-negara dunia ketiga di mana demokrasinya masih belajar. Petahana yang ada, meski ada aturan melarang menggunakan pihak-pihak yang seharusnya netral seperti polisi, tentara, lembaga peradilan, aparat dan abdi pemerintah, namun aturan itu tetap ditabrak dan dilanggar oleh Petahana. 

Akibat yang demikian, petahana bisa kalah seperti Trump namun karena menggunakan aparat dan lembaga yang seharusnya netral menjadi tim sukses, maka kekalahan yang seharusnya terjadi menjadi kemenangan. Kemenangan yang ada dibangun dengan kecurangan di sana-sini.

Dari Pemilu Presiden Amerika, kita bisa belajar bahwa Pemilu boleh dinamis, dibilang panas juga bisa, namun yang paling penting di sana adalah pentingnya perubahan. Perubahan inilah yang dilakukan oleh masyarakat cerdas. 

Masyarakat yang tidak cerdas adalah bila tahu dan merasakan Presiden yang ada tidak becus, umbar janji, suka bohong namun karena dikasih sembako, money politic, mereka akhirnya tidak mau diajak melakukan perubahan. Mereka memilih yang pragmatis namun dampak yang dirasakan selanjutnya, masyarakat akan tetap menderita lahir dan batin.

Kemudian adalah, para petahana dan Presiden Amerika tetap memegang aturan yang ada. Sebagai eksekutif mereka bisa memilih dan mengganti menteri dan kepala-kepala di jaring-jaring kekuasaannya. 

Presiden bisa mengangkat tim sukses, tim hore, bahkan tim bully, menjadi pembantunya. Namun ketika mereka menjalankan kekuasaannya, Pesiden tetap memegang dan patuh pada aturan yang ada, tidak tabrak sana-sini yang melecehkan konstitusi dan undang-undang.

Jadi meski Pemilu Presiden Amerika panas bahkan orang-orang yang bukan bangsa Amerika saja ikut-ikutan panas namun proses yang ada tetap dalam bingkai konstitusi, undang-undang, dan aturan Pemilu di Amerika.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun