Pelajar yang tidak melakukan unjuk rasa dan giat belajar serta aktif dalam kelompok pengajian saja dituduh yang demikian. Apa dasarnya kekuasaan saat ini menuduh yang demikian?
Padahal mereka tidak melakukan unjuk rasa dan menentang pemerintah. Akibat tuduhan yang demikian, maka kaum pelajar diawasi dan kegiatan-kegiatan yang ada dicurigai.
Menjadi pertanyaan bagi kita, mengapa kelompok pelajar saat ini begitu curiga oleh pemerintah padahal dalam era-era sebelumnya, kecurigaan kepada kaum pelajar, tidak terjadi. Penindakan kepada kaum pelajar biasa hanya ketika mereka tawuran. Dan tawuran pun biasanya terjadi hanya di kota-kota besar.
Lantas bagaimana menyikapi para pelajar yang berpikir kritis tersebut, pastinya pemerintah harus bijak. Pertama, para pelajar adalah generasi pelanjut keberlangsungan bangsa.
Sebagai pelanjut keberlangsungan bangsa, pastinya mereka asset dan potensi yang harus dilindungi, dirawat, dan  ditumbuhkembangkan dari bakat-bakat yang mereka miliki.Â
Pastinya para pemimpin yang ada saat ini, dari daerah hingga pusat, mereka dulunya adalah para pelajar yang memiliki bakat, ide, dan gagasan yang cemerlang yang ditumbuhkembangkan oleh lingkungan dan pemerintah, seperti lewat beasiswa.
Kedua, para pelajar ikut unjuk rasa pastinya tidak setiap hari dan setiap ada pengesahan UU yang baru. Mereka melakukan unjuk rasa biasanya bila ada peristiwa-peristiwa yang besar.Â
Bila mereka tidak unjuk rasa, para pelajar tekun belajar di kelas-kelas, mulai dari pagi hingga siang, dari Senin sampai Sabtu. Jadi sebagaian besar hidup pelajar banyak dihabiskan di sekolah bukan di jalan untuk unjuk rasa.
Ketiga, bila selama ini pemerintah kerap berdialog dengan mahasiswa, buruh, ormas keagamaan, dan kelompok masyarakat lainnya, namun pemerintah tidak pernah berdialog dengan kelompok pelajar.Â
Pemerintah saat ini hanya menuduh kepada pelajar dengan tuduhan macam-macam namun tidak pernah mengajak mereka bertemu. Selama ini bila ada tuduhan yang macam-macam kepada pelajar, biasanya pemerintah menyalahkan sekolah, guru, dan pembimbing. Untuk itu gelar pertemuan terbuka agar pelajar bisa menyampaikan aspirasi dan keluhannya.
Mungkin pemerintah tidak menganggap penting dari kelompok pelajar sehingga tidak pernah dialog namun begitu ada kebijakan-kebijakan atau eksistensinya terganggu, pemerintah langsung mengambinghitamkan pelajar.Â