Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Pak Prabowo Selalu Mengingatkan Kita

22 Februari 2019   08:05 Diperbarui: 22 Februari 2019   08:55 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Di tengah upaya untuk mempererat rasa persatuan bangsa, kita dikejutkan dengan pernyataan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto yang menyatakan Indonesia akan bubar pada tahun 2030. Bila kenyataan itu benar, dihitung mulai tahun ini, maka sisa hidup bangsa Indonesia adalah 12 tahun. Sebuah waktu yang pendek.

Tentu semua tidak ingin Indonesia yang diperjuangkan oleh para pendahulu kita, bubar. Sudah banyak jiwa, raga, dan harta dipersembahkan untuk demi Indonesia. Meski demikian, apa yang dikatakan Prabowo itu merupakan masukan yang sangat berharga bagi kita untuk mengevaluasi semua pihak dalam mengisi dan merawat perjalanan bangsa.

Secara alamiah, di dunia ini memang tidak ada yang abadi. Peradaban manusia silih berganti di muka bumi. Peradaban masa lalu yang monumental dikenang sebagai kenangan yang indah dan terus diingat. Di nusantara sendiri, sebelum ada Indonesia ada banyak 'negara' yang berdiri dan mengisi ruang kehidupan peradaban. 

Selain Sriwijaya dan Majapahit sebagai negara yang mempunyai pengaruh yang luas, sebelum dan sesudahnya ada negara-negara lain yang juga mempunyai peran besar dalam mengisi perjalanan nusantara dan menjadi cikal bakal Indonesia.

Belajar pada masa lalu, baik belajar pada sejarah nusantara maupun pasca Perang Dingin, kita bisa mengambil hikmah mengapa negara-negara yang mempunyai peradaban besar itu bubar dan runtuh. Dengan belajar pada mereka maka kita bisa menghindari keruntuhan atau bubarnya sebuah Indonesia.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan sebuah bangsa itu runtuh atau bubar,  pertama, konflik yang selalu terjadi. Baik di 'negara' feodal (monarkhi) atau demokrasi, konflik selalu menjadi catatan dalam sejarah. Konflik memang menjadi naluri dasar manusia namun menjadi masalah bila konflik tersebut tak bisa terselesaikan dengan baik maka negara itu akan dirudung perpecahan hingga akhirnya menjadi runtuh.

Konflik yang menyebabkan sebuah negara bubar, kita tak usah belajar jauh-jauh. Di nusantara banyak yang mengisahkan konflik antarkeluarga yang menyebabkan kerajaan-kerajaan di nusantara bubar. Konflik keluarga di Kerajaan Singasari dan Majapahit menyebabkan kedua negara yang ada di Jawa Timur itu mengalami perpecahan hingga negara itu bubar.

Dalam Perang Paregreg, antara Wikramawardhana Bhre Wirabhumi, demi sebuah kekuasaan, kedua saudara itu lebih mementingkan diri sendiri daripada kepentingan yang lebih besar (Majapahit). Dalam konflik itu memang ada yang menang dan ada yang meneruskan kekuasaan namun kekuasaan yang ada menjadi rapuh.

Konflik yang terjadi bisa disebabkan perbedaan kepentingan namun juga bisa dikarenakan faktor ras dan agama. Fisi negara-negara Eropa disebabkan oleh ras dan agama, seperti terpecahnya Jugoslavia dan Cekoslowakia menjadi beberapa negara.

Kedua, kekuasaan yang otoriter. Kekuasaan yang otoriter dan terpusat merupakan sebuah faktor yang menyebabkan wilayah-wilayah yang di bawahnya tidak 'kerasan' bernaung dalam satu negara. Wilayah-wilayah itu menunggu waktu yang tepat untuk bisa melepaskan diri. 

Bubarnya Uni Soviet merupakan akibat sistem pemerintahan yang kaku, otoriter, dan terpusat. Negara-negara yang menyusun uni tersebut selama dalam cengkraman kekuatan militer yang bengis tak bisa berbuat banyak. Mereka dengan terpaksa mengikuti apa maunya Moskow namun ketika ada peluang yang tepat, era keterbukaan dan bebas menentukan nasibnya sendiri, maka mereka lebih memilih membentuk negara sendiri. 

Dari sinilah lahir banyak negara seperti Ukraina, Azebaijan, Georgia, rmenia, Turkmenistan, Tajikistan, Belarus, Uzbekitan, dan Khazahtan. Mereka mengakui bergabung dalam Uni Soviet merupakan sebuah kekuatan dunia namun apa artinya hal yang demikian bila hidup tidak nyaman dan selalu di bawah bayang-bayang kematian.

Ketiga, tak ada kesejahteraan dan kebebasan. Sebuah negara bubar atau runtuh karena tak ada kesejahteraan dan kebebasan di negara itu. Runtuhnya negara Blok Timur, negara yang menganut paham komunis, di wilayah Eropa sebab di sana tidak ada kesejahteraan dan kebebasan seperti yang ada di wilayah barat.

Masyarakat di wilayah timur hidup dalam kemiskinan sehingga diam-diam banyak di antara mereka yang melakukan migrasi ke tempat yang dirasa lebih enak. Mereka hidup dalam kondisi seperti itu bukan karena negara itu tidak memiliki sumber daya alam yang melimpah atau sumber daya manusia yang handal namun karena sistemnya yang tidak memberi kesempatan masyarakat untuk hidup lebih bebas, baik dalam segi kesejahteraan maupun kebebasan lainnya. 

Sudinya Jerman Timur melakukan reunifikasi dengan Jerman Barat sebab masyarakat di wilayah timur hidup dalam kepapaan. Untuk itu mereka secara cepat merespon reunifikasi dengan wilayah barat.

Ketika Blok Timur runtuh maka negara-negara yang bernaung segera mengubah ideologi yang selama ini mereka anut. Mereka mencari ideologi yang bisa membuat mereka hidup lebih baik, dalam segi kesejahteraan maupun kebebasan lainnya. Terbukti ketika mereka memilih ideologi yang lain, bukan komunis, maka kehidupan di negara-negara wilayah timur lebih baik daripada sebelumnya.

Keempat, ada pengaruh dari luar. Dalam sebuah negara yang terbuka, pengaruh dari luar itu bisa masuk kapan saja. Pengaruh dari luar itu di satu sisi membawa kemajuan baik dari segi ilmu, ekonomi, dan bidang lainnya namun ketika pengaruh dari luar itu masuk dalam intensitas yang besar dan tak terkendali maka hal yang demikian bisa membuat sebuah negara mengalami keruntuhan.

Pengaruh dari luar seperti agama, ideologi, bantuan ekonomi, budaya, dan gaya hidupnya lainnya memang tidak serta merta membuat negara itu bubar namun ia secara perlahan akan mengubah pikiran masyarakat sehingga secara tak sadar masyarakat menerapkan nilai-nilai baru yang isi dan bentuknya berbeda dengan nilai-nilai sebelumnya. Bila nilai-nilai di masyarakat sudah berubah maka pastinya negara itu menjadi sebuah entitas baru.

Kelima, pemimpin yang lemah dan tak berwibawa. Dalam peradaban manusia, bila pemimpin yang ada kuat, berwibawa, dan disegani, maka negara yang dipimpinnya mengalami masa kejayaan dan gilang gemilang. Pengaruh negara itu memancar ke segala penjuru dunia sehingga keberadaannya dihormati oleh banyak pihak. Negara itu hadir mempunyai arti yang lebih bagi peradaban yang ada.

Namun bila pemimpin yang ada memiliki sifat sebaliknya, lemah dan tak berwibawa, maka negara itu seperti sampan di tengah lautan, terombang-ambing dan bergerak tanpa arah. Hingga akhirnya negara itu mundur dan bubar. Runtuhnya Kesultanan Ottoman di Turki disebabkan oleh lemahnya kepemimpinan para sultan di akhir-akhir masanya. Padahal kesultanan itu pada masa Sultan Al Fatih mampu menaklukan Romawi Timur dan merebut Konstantinopel.

Dari paparan di atas, kita bisa merasakan apakah gejala-gejala itu sudah kita rasakan. Jika belum, syukur, namun kalau sudah mari kita atasi atau hilangkan sehingga kemungkinan Indonesia hancur tidak akan terjadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun