Di tengah hiruk pikuk kampanye Pemilu Presiden 2019, masyarakat dikejutkan oleh penangkapan pelaku prostitusi yang dilakukan seorang artis dan seorang model. Sebagai artis, tarif yang disematkan pada mereka diduga mencapai Rp80 juta. Uang sebesar itu bagi masyarakat tentu tak kecil bahkan bisa dikatakan sangat besar. Uang sebanyak itu, di tengah masyarakat, bisa menjadi uang muka untuk pembelian rumah atau mobil meski dengan tipe yang biasa.
Dunia gelap di tengah masyarakat sebenarnya adalah sebuah fenomena yang biasa. Dunia ini kapan dimulainya mungkin sudah terjadi ribuan tahun yang lalu, setua umur manusia itu sendiri. Di tengah masyarakat, prostitusi masih menggeliat sesuai dengan kantong pengguna. Ada yang bertarif murah, Rp100.000, hingga seharga ratusan juta.
Bila mencermati dunia prostitusi yang berharga murah, dapat kita temukan di tempat-tempat yang gelap namun berada di tengah keramaian. Hal demikian bisa dijumpai misalnya di sekitar kawasan Jatinegara yang berada di jalur kereta api. Di tempat ini, entah sekarang masih ada atau tidak, tiap malam baik pelaku maupun pengguna memenuhi jalur kereta api yang menghubungkan Stasiun Manggarai dan Stasiun Jatinegara itu.Â
Meski dalam ruang yang berbahaya, di mana sering ada orang kesenggol kereta namun pengalaman itu tak menyurutkan mereka demi mencari uang dan meraih kenikmatan. Sebab harganya murah maka tempat untuk melampiaskan hawa nafsu itu pun juga seadanya.Â
Dalam bilik-bilik yang berdinding anyaman bambu dan beralaskan tikar. Di samping tempat tidur yang ala kadarnya, tersedia segayung air untuk dimanfaatkan membersihkan organ-organ manusia selepas melampiaskan hawa nafsunya itu.
Meski di tempat seperti itu, dan di tempat-tempat yang lainnya menggeliat namun dalam segi pemberitaan bisa jadi tidak menarik. Tidak menarik karena pelaku dan pengguna adalah masyarakat kelas bawah, uang yang berputar recehan. Jadi walaupun ada penangkapan prostitusi pada kelas ini, gaung beritanya tidak menjadi headlines.Â
Penangkapan pada kelas ini beritanya masuk berita kriminal, sehalaman dengan berita penjambretan dan pencopetan. Lain bila penangkapan pada kelas artis yang beritanya menjadi berada pada halaman pertama di media cetak dan menjadi kabar pertama yang disiarkan pada media televisi.
Meski upaya pemberantasan terus dilakukan, seperti yang dilakukan Walikota Surabaya Risma dengan menutup Gang Doli namun usaha itu tidak menihilkan prostitusi yang ada. Di tempat-tempat yang lain masih beroperasi meski dengan dalih tempat pijat atau salon kecantikan atau pelaku dan pengguna harus main kucing-kucingan dengan Satpol PP.
Bila melakukan praktek seperti itu pelaku merasa tidak nyaman ketika menjajakan diri, mereka di tengah kemajuan teknologi informasi bisa menggunakan online, media sosial. Di sinilah mereka bebas menjajakan diri kepada calon pengguna, baik dilakukan sendiri maupun lewat mucikari. Praktek prostitusi online ini demikian marak sehingga sering terdengar, mucikari dan pelaku diberantas oleh aparat yang berwajib.
Meski sering ditindak namun praktek lewat online, masih saja sering terjadi. Bahkan mereka yang menjajakan diri tidak hanya perempuan namun juga laki-laki dan waria. Lihat saja di twitter, banyak waria di berbagai kota menawarkan diri untuk dijadikan tempat pelampiasan nafsu laki-laki iseng. Namun apabila mereka ditindak oleh aparat, lagi-lagi berita yang ada hanya melintas saja lain dengan bila pelakunya artis.
Mengapa bila pelaku prostitusi artis beritanya demikian hebohnya? Ada beberapa alasan yang menyebabkan, pertama, sosok ini merupakan publik figur. Sebagai artis dan publik figur tentu mereka memiliki banyak kelebihan, seperti mempunyai muka cantik, tinggi, berkulit putih, rambut terurai panjang, serta bentuk badan yang seksi.Â
Bentuk badan seperti ini merupakan kesempurnaan pada wanita yang bisa dinikmati siapa saja. Dilihat saja sudah menggairahkan apalagi dinikmati. Hal demikianlah yang membuah kehebohan banyak pihak bila artis terlibat dalam dunia yang selalu dilaknat oleh masyarakat itu. Orang berbagai jenjang akan membicarakan bila ia terlibat prostitusi, beda dengan perempuan biasa yang terlibat dalam dunia ini.
Kedua, harga yang dibandrol sangat tinggi. Dari penangkapan dua perempuan yang disebut artis tadi ada yang menyebut seharga Rp25 juta dan Rp80 juta. Bagi masyarakat, uang sebesar itu bisa digunakan keperluan jangka panjang. Bagi masyarakat biasa, mereka berpikir seribu kali untuk menggunakan uang sebanyak itu hanya untuk satu, dua, jam atau semalam.Â
Bagi masyarakat biasa bisa jadi mereka memilih menggunakan uang sebanyak itu untuk kepentingan lain, misalnya untuk modal usaha atau membangun rumah. Tingginya harga kelas ini menjadi satu fenomena tersendiri. Di satu sisi jutaan rakyat hidup dalam kesusahan namun di sisi lain seseorang menghamburkan puluhan bahkan ratusan juta hanya untuk kesenangan sesaat.
Ketiga, pengguna prostitusi artis tentu saja bukan orang biasa. Pengguna pastinya adalah orang kelas atas atau orang yang banyak duitnya. Bagi orang yang banyak duitnya, entah itu pengusaha, konglomerat, atau profesi lainnya yang gampang mengumpulkan duit miliaran rupiah, melepas uang sebesar Rp25 juta, Rp80 juta bahkan sampai Rp100 juta, itu suatu hal yang ringan. Mengapa ringan? Karena penghasilan mereka miliran.Â
Dari biasa mendapat uang miliaran rupiah inilah yang membuat mereka bisa menikmati kelas artis. Jadi bila pengguna ditangkap, hal ini juga akan menjadi sebuah berita yang menarik pula karena penggunanya bukan orang biasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H